(SPNews) Jakarta, 7 Maret 2017 IndustriALL Indonesia Council mengadakan Focus Group Discusion (FGD) dan diselenggarakan di gedung LBH Jakarta dengan tema “Siapa Peduli Perlindungan Maternitas ?”. Acara ini dihadiri oleh 35 peserta perwakilan dari  11 Federasi Afiliasi IndustryALL.

Acara dibuka oleh Indah dari IndustriALL kemudian dilanjutkan sambutan dari Sri Maimunah dari komite perempuan IndustriALL Indonesia Council yang menyampaikan harapan ” Semoga di Indonesia perempuan bisa lebih bermartabat dan harapannya bisa mendobrak untuk mendapatkan cuti 14 Minggu bagi pekerja perempuan yang melahirkan”. Sambutan selanjutnya dari Ketua Indonesia council yang juga Ketua umum DPP SPN yakni Iwan Kusmawan SH yang menyampaikan

“agar pemerintah segera meratifikasi konvensi ILO No 183, Stop Periksa Haid dan Cuti 14 Minggu bagi pekerja atau buruh perempuan”.

Kemudian masuk ke acara inti yang dipandu oleh moderator yakni Ngatiyem yang mempersilakan kepada Pembicara atau narasumber memberikan pemaparan tentang Maternitas. Kesempatan pertama diberikan kepada Rusdi dari KSPI, beliau memaparkan bahwa KSPI melihat kondisi persoalan Maternitas bukan hanya persoalan mikro tapi juga persoalan global, kebijakan yang sudah dibuat dalam KSPI adalah komposisi 30% perempuan ada dalam struktur (AD dan ART), mendukung Perempuan untuk bisa mendorong dan merubah kebijakan dan menjadikan isu menjadi hal yang utuh karena masalah perempuan bukan hanya tugas perempuan tapi juga laki laki dan bukan hanya organisasi tapi juga  negara. Pemaparan kedua disampaikan oleh Jumisih dari KPBI yang mengatakan bahwa tatanan pelaksanaan kebijakan perempuan masih menempatkan perempuan sebagai objek. Di KPBI komposisi perempuan sudah seimbang, program perempuan sudah dirasakan oleh seluruh anggota KPBI.

Baca juga:  TIDAK ADA ALASAN PENGUSAHA TIDAK BAYAR THR

Dilanjutkan dari KSPSI yakni Drs H Fauna Sukma Prayoga mengatakan bahwa perempuan tidak hanya dieksploitasi di perusahaan saja tapi juga dalam keluarga, KSPSI melihat bahwa terlindungi atau tidaknya perempuan tergantung kepada kebijakan pemerintah, KSPSI konsen memberikan perlindungan dan fasilitas terhadap perempuan dan yang paling penting KSPSI berkomitmen terhadap perjuangan Perempuan untuk meratifikasi Konvensi ILO No 183. Selanjutnya pembicara terakhir adalah saudari Nova dari KSBSI mengatakan bahwa KSBSI telah mengakomodir komposisi perempuan 40% dalam struktur kepengurusan, membentuk kesetaraan Gender juga membangun pendekatan jejaring baik lokal nasional maupun internasional dan juga mendukung Ratifikasi Konvensi ILO 183.

Setelah itu ada sesi tanya jawab salah satunya adalah pertanyaan dari Erlina dari Komite Perempuan SPN kapan terimplementasikan kepentingan masyarakat atau buruh akan terealisasi ? dan dijawab oleh salah satu pembicara yakni Fauna pada saat kita kaum buruh dan masyarakat bersatu dan sudah tidak terkotak kotak dan terpecah lagi dan saudari Jumisih menambahkan saat ini sudah memulai namun belum maksimal dengan membangun afiliasi persatuan seperti KEGB, FPBI, dan lain-lain.

Dan hasil dari forum diskusi ini adalah Konfederasi/Federasi Serikat Pekerja/serikat Buruh KSPI, KSBSI, KSPSI dan KPBI bersama sama mendeklarasikan komitmen bersama untuk melakukan kampanye 14 Minggu Cuti Melahirkan untuk perlindungan Maternitas yang lebih baik bagi pekerja perempuan. Perlindungan Maternitas berarti kehamilan kelahiran yang sehat dan aman, waktu menyusui yang lebih lama, perlindungan dari diskriminasi kerja, keamanan kerja serta cuti melahirkan yang lebih lama (minimal 14 Minggu cuti melahirkan). Untuk perlindungan Maternitas yang lebih menyeluruh para pemimpin konfederasi mendesak pemerintah Indonesia untuk segera meratifikasi Konvensi ILO No 183 tentang Perlindungan Maternitas. Di mana konvensi tersebut mensyaratkan bahwa waktu maksimal untuk cuti melahirkan adalah 14 Minggu.

Baca juga:  ANGKA SURVEI KHL 2020 DKI JAKARTA SUDAH DITETAPKAN

Cuti melahirkan di Indonesia saat ini hanya berkisar 12 Minggu dan jauh tertinggal dengan Vietnam dan India yang telah menerapkan cuti melahirkan selama 6 bulan lamanya. Akibatnya anak anak pekerja buruh perempuan tidak mendapatkan air susu ibu yang memadai karena ibu harus kembali bekerja dibayangi dengan waktu cuti yang minim. Dapat dibayangkan kemunduran kualitas generasi penerus bangsa. Pekerja perempuan yang sedang hamil sengaja mengambil cuti melahirkan dalam waktu yang berdekatan dengan masa melahirkan, sehingga keselamatan ibu dan bayi terancam. Pengusaha dalam hal ini juga lalai dalam memenuhi tanggung jawab terkait penyediaan ruang laktasi dan waktu menyusui di tempat kerja sebagai mana diatur dalam peraturan bersama 3 (Menteri Pemberdayaan Perempuan dan anak, menteri tenaga kerja dan transmigrasi dan menteri kesehatan No48/MEN.PP./XII/2008, No PER.27/MEN/XII/2008,NO.1177/Menkes/PB/XII/2008 tentang Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu selama waktu tersebut kerja si tempat kerja cuti melahirkan yang lebih lama akan memberikan perlindungan yang lebih terhadap pekerja/buruh perempuan dan bayinya sehingga Drajat kesehatan perempuan menjadi lebih baik.

Aprilianti/Coed