(SPNEWS) Jakarta, ​Bekerja merupakan suatu tuntutan hidup yang harus dijalani. Dengan bekerja maka orang akan dapat memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan hidupnya, baik itu sandang, pangan, papan, mungkin pendidikan, rekreasi dan sebagainya. Tidak semua orang dapat mandiri dan memiliki usaha sendiri seperti berdagang, berwirausaha atau yang lainnya, malahan pada kenyataannya banyak dari kita yang harus bekerja pada orang lain, entah itu di pabrik, di toko, di perkebunan dan lain-lain.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa banyak aturan perundang-undangan maupun turunannya yang mengatur tentang ketenagakerjaan. Tetapi dalam pelaksanaannya masih jauh panggang dari pada api. Sebagai contoh Udin sebut saja begitu, bekerja sebagai pekerja harian lepas di salah satu perusahaan yang berada di Kabupaten Bekasi. Ini sudah berjalan sekitar 5 (lima) bulan, kalau menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja (Kepmen) No 100 Tahun 2004 dalam Pasal 10 ayat (2) Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 (dua puluh satu) hari dalam 1 (satu) bulan, ayat (3) dalam hal pekerja/buruh bekerja selama 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan berturut-turut maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT dengan kata lain menjadi Pekerja Tetap.

Baca juga:  APEL LASKAR NASIONAL DPC SPN KABUPATEN SERANG

Udin mengetahui hal ini tetapi tidak berani untuk menuntut hak tersebut, karena takut akan kehilangan pekerjaannya. Upah saat ini yang diterima adalah sekitar Rp 85.000,-/hari, jauh dari ketentuan Upah Minimum yang berlaku di Kabupaten Bekasi. Tetapi semua ini harus diterima karena hanya ini harapan yang dimiliki oleh Udin. Jelas upah segitu jauh dari kata cukup tatapi itu kenyataan yang harus diterima dan dijalani oleh Udin sekeluarga. Udin memiliki anak 3 (tiga) orang, yang sulung sudah bekerja sedang yang nomer 2 (dua) dan 3 (tiga) masih bersekolah masing-masing di SMK dan SMP. Memang berat untuk dijalani, tetapi inilah kenyataan hidup yang harus dihadapi. Sebelumnya Udin bekerja serabutan, pernah menjadi pekerja bangunan, pekerja kebersihan itu pun juga di outsourcing dan menurut Udin upah jadi pekerja harian lepas inilah yang paling besar walaupun sebenarnya tetap saja di bawah ketentuan Upah Minimum yang seharusnya.

Baca juga:  DEWAN PENGUPAHAN KABUPATEN SUBANG SETUJU UMK NAIK 8,51 PERSEN

Udin hanyalah salah satu contoh betapa lemahnya penegakkan hukum di Republik ini. Aturan-aturan yang ada sebagian besar hanyalah menjadi penghias rak-rak buku dari pengawas dan penegak hukum. Ini menjadi pekerjaan rumah yang sangat besar bagi negara dan juga aktivis ketenagakerjaan di tengah angka pengangguran dan angkatan kerja yang tinggi serta tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan. Harus dicari solusi secepatnya, minimal penegakkan hukum ketenagakerjaan dapat dilakukan semaksimal mungkin demi terciptanya keadilan dan perlindungan atas hak bagi siapa pun yang menjadi pekerja/buruh di Republik ini.

Shanto dari berbagai sumber/Coed