Industri Tekstil minta Revisi UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan

(SPN News) Jakarta, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) meminta Pemerintah merevisi UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dengan alasan untuk menjaga industri tektil dan produk tekstik (TPT) Indonesia bisa bersaing lebih kuat lagi di pasar ekspor maupun di pasar dalam negeri dalam menghadapi produk TPT impor barang sejenis.

Anne. P. Sutanto, Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Luar Negeri Badan Pengurus Nasional API menyatakan, revisi mendesak dilakukan terutama pada sejumlah pasal yang selama ini dinilai sangat memberatkan industri TPT Nasional. Pasal-pasal dimaksud membuat industri TPT anggota API merosot daya saingnya menghadapi gempuran produk tekstil asal Vietnam dan China di pasar internasional dan membuat ketahanan sandang nasional jadi lemah.

Baca juga:  UPAH BURUH PT KURNIA RATU KENCANA PURWAKARTA TIDAK DIBAYARKAN

Pasal-pasal dimaksud yang diminta direvisi segera antara lain menyangkut jam kerja buruh dalam seminggu. Anne mengatakan jika dibandingkan dengan buruh di Vietnam dan China, selisih jam kerja buruh mencapai 20 persen dari buruh di Indonesia yang jam kerjanya lebih rendah per pekannya. Padahal, negara-negara tersebut selama ini menjadi kompetitor Indonesia di pasar tekstil.

Anne menyebut, Pasal 77 UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan, setiap pengusaha wajib melakukan ketentuan waktu kerja sebanyak 40 jam dalam satu minggu. Sementara di China dan Vietnam jam kerja buruh mereka mencapai 48 jam per minggu. API meminta, pasal ini direvisi dengan ketentuan jam kerja menjadi 45 sampai 48 jam per pekannya.

Baca juga:  NINING ELITOS MENOLAK DIPANGGIL POLISI

Pasal lainnya yang mereka minta revisi adalah pesangon buruh yang seharusnya sudah masuk dalam BPJS, serta biaya lembur yang lebih tinggi dibandingkan dengan berbagai negara yang merupakan kompetisi Indonesia.

API juga meminta batasan terendah buruh yang boleh bekerja diturunkan dari semula 18 tahun menjadi cukup 17 tahun. “Di usia itu (17 tahun) buruh sudah boleh mengemudikan kendaraan, punya SIM. Kenapa untuk bekerja mereka harus menunggu usia 18 tahun. Ketentuan ini bisa memicu pengangguran terselubung karena sekitar 80 persen anak SMK sudah lulus sekolah di usia 17 tahunan,” ujar Anne di Jakarta, (19/9/2019).

SN 09 dikutip dari berbagai sumber/Editor