Buruh/pekerja Indonesia sejatinya memiliki andil yang besar dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Karena sejak awal datangnya imprealis asing ke Indonesia kaum buruh/pekerja lah yang selalu diperbudak atau dipekerjakan baik itu di perkebunan, pertambangan atau tempat-tempat yang lainnya. Pada masa kolonial Belanda sudah muncul buruh/pekerja yang menjual tenaganya untuk mendapatkan upah. Tetapi pada masa kolonial itu, kondisi kerja dan kesejahteraannya tidak sesuai seperti, upah yang sangat murah, jam kerja yang panjang, pajak yang sangat tinggi, kondisi kerja yang sangat buruk dan tidak adanya jaminan sosial selama bekerja. Sehingga pada saat itu kondisinya bisa dikatakan seperti perbudakan.
Dengan Kondisi kerja tersebut para buruh/pekerja mulai mengkonsolidasikan diri dengan buruh/pekerja yang lain dan juga dengan kaum yang berpendidikan tinggi atau lebih dikenal sebagai tokoh-tokoh pergerakan dan menjadi pemimpin di organisasi modern seperti : Budi Utomo, Sarikat Islam dan lain-lain. Dari hasil konsolidasi tersebut lahir serikat buruh/serikat pekerja yang pertama pada tahun 1905 yang dipelopori oleh buruh/pekerja kereta api yang diberi nama SS Bond (Staatspoorwegen Bond). Kepengurusan SS Bond dipegang oleh orang-orang Belanda dan tidak menjadi gerakan yang militan. Akhirnya pada tahun 1919 SS Bond membubarkan diri. Tahun 1908 lahir serikat buruh/serikat pekerja yang juga dimotori oleh buruh/pekerja kereta api yang lain dan diberi nama VSTP (Vereeneging van Spoor-en Tranweg Personel in Nederlandsch Indie). Serikat ini memiliki basis yang sangat banyak dan melibatkan semua buruh tanpa membedakan ras, jenis pekerjaan dan pangkat dalam perusahaan. VSTP berkembang menjadi militan terutama sejak tahun 1913 dibawah pimpinan Samaun dan Sneeevliet.
Kedua organisasi tadi (SS Bond dan VSTP) merupakan organisasi pelopor dan akhirnya mendorong berdirinya serikat buruh/serikat pekerja yang lain. Pada tahun1920 ada sekitar 100 SB/SP dengan anggota kurang lebih 100.000 orang. Berkembangnya SB/SP tadi tidak lain karena propaganda-propaganda yang dibuat oleh para aktivis buruh melalui pamphlet, selebaran surat kabar dan konsolidasi lewat rapat akbar. SB/SP pada waktu itu memperjuangan kepentingan buruh/pekerja seperti : pembelaan hak-hak kaum buruh/pekerja dan memperbaiki kondisi kerja. Pengurus VSTP kemudian dengan sejumlah tokoh pergerakan lainnya mulai mendirikan sebuah organisasi politik yang diberi nama Indische Sociaal Democratische Veerniging (ISDV). Hal ini membuktikan bahwa gerakan buruh tidak dapat dipisahkan dari aktifitas politik.
Direntang waktu tahun 1918 sampai tahun1926 banyak terjadi pemogokan-pemogokan yang dilakukan oleh SP/SB dengan tidak memandang perbedaan organisasi. Pemogokan ini terjadi pada sektor transportasi, pelabuhan, perkebunan, perkantoran dan pegadaian. Pada tahun1926 terjadi aksi-aksi perlawanan diseluruh Jawa dan Sumatra bagian Barat. Aksi-aksi ini didukung oleh organisasi-organisasi politik. Pemerintah Hindia Belanda menumpas gerakan-gerakan ini dengan kekerasan, seperti membunuh aktivis, mengintimidasi bahkan ada aktivis buruh/pekerja yang dibuang/diasingkan keluar Jawa, tempat pembuangan yang terkenal adalah Tanah Merah Nieuw Guniea (Papua). Banyak aktivis yang meninggal karena penyakit di pulau ini seperti Mas Marko Kartohdikromo Najwan dan Ali Arham. Dengan meninggalnya tokoh-tokoh tersebut maka gerakan buruh menjadi lemah, setelah tahun 1926 VSTP dan organisasi lain mati suri.
Pada tahun 1927 buruh/pekerja kereta api kembali mendirikan Perhimpunan Beambte Spoor dan Tram (PBST). Sejumlah organisasi yang sudah ada sebelumnya mulai kembali bergerak walaupun kekuatannya masih sangat lemah. Pada tahun 1928 berdiri Serikat Kaum Buruh Indonesia (SKBI) di Surabaya yang beranggotakan beberapa SB/SP lokal. Organisasi ini dipimpin oleh Marsudi dan dengan cepat dicurigai oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai Komunis sama seperti masa pemerintahan Orde Baru yang selalu menuduh aktivis buruh/pekerja sebagai PKI. SKBI cepat berkembang sampai ke Medan yang dipimpin oleh Mr. Iwa Kusumasumantri. Tanggal 1 April 1929 SKBI bergabung dalam gerakan menentang Kolonialisme dan Penindasan yang dikoordinir oleh Internasionale ke Tiga (Komentrn).
Kecurigaan Pemerintah Hindia Belanda memuncak dan pada tahun 1929 dilakukan pengeledahan kantor-kantor pusat organisasi serta menangkap semua pimpinannya yang kemudian dibuang ke Bovel digul tanpa pemeriksaan sebelumnya. Pasca ditangkap dan dibuangnya pimpinan SKBI membawa pengaruh besar terhadap gerakan buruh, diperburuk dengan resesi ekonomi yang akhirnya berdampak kepada PHK terhadap para buruh/pekerja sehingga keangotaan SB/SP menjadi berkurang.
Dalam masa resesi ini hanya golongan Tionghoa saja yang memperoleh kemajuan. Di beberapa kota seperti Semarang, Jakarta dan Bandung mereka berhasil mendirikan Perkumpulan Kaum Buruh Tionghoa (PKBT) dan Serikat Buruh Tionghoa (SBT). Dalam sebuah konfrensi pada tanggal 25 Desember 1933 mereka mendirikan Federasi Kaum Buruh Tionghoa (FKBT).
Pemerintah Hindia Belanda terusir dari Indonesia dan rakyat Indonesia khususnya buruh/pekerja mulai kehidupan baru dibawah pendudukan Jepang. Pada masa pendudukan Jepang terjadi kemacetan dalam bidang politik termasuk gerakan buruh/pekerja.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, sejumlah tokoh gerakan buruh berkumpul di Jakarta pada tanggal 15 September 1945. Tujuannya adalah untuk membicarakan peranan kaum buruh/pekerja dalam perjuangan kemerdekaan dan menentukan landasan perjuangan bagi kaum buruh. Pada pertemuan tersebut berdirilah organisasi buruh yang diberi nama Barisan Buruh Indonesia (BBI) dan menuntut agar Komite Nasional Indonesia mengakui organisasi ini.
Pada bulan Oktober 1945 di Sumatra berdiri Satuan Pegawai Negeri Republik Indonesia (SPNRI). Buruh Perempuan mendirikan Barisan Buruh Wanita (BBW) yang diketuai oleh SK Tri Murti. Kegiatannya ditunjukan untuk memberi pendidikan dan kesadaran kepada buruh perempuan. Pada tanggal 1 Mei 1946 (Hari Buruh) BBW telah berhasil mengumpulkan calon pemimpin buruh perempuan. Banyak sekali organisasi buruh pada waktu itu sampai tahun 1950an dan jumlah anggota yang terhimpun 3 sampai 4 juta orang yang tergabung dalam 150 serikat buruh nasional dan ratusan serikat buruh lokal.
Dari uraian diatas membuktikan bahwa kaum buruh/pekerja ikut serta dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, dari awal gerakan yang hanya untuk menuntut hak-hak dan kesejahteraan bertansformasi menjadi gerakan yang menentang segala bentuk penjajahan dan penindasan. Oleh karena itu semangat ini harus terus diwarisi oleh semua buruh/pekerja di Indonesia, karena masih banyak permasalahan ketenagakerjaan yang harus diselesaikan seperti pekerja kontrak, outscourching, upah murah, Upah Padat karya dan lain sebagainya. Semua itu merupakan tanggung jawab dari SP/SB yang ada sekarang demi terwujudkan kesejahteraan bagi buruh/pekerja Indonesia khususnya dan demi rakyat Indonesia pada umumnya.
Shanto dari berbagai sumber/Coed