Husen Mahmud atau yang lebih dikenal Patra Alam disangkakan atas dugaan penghasutan serta terlibat dalam aksi peringati Hari Buruh Internasional pada 1 Mei 2020 lalu di lingkungan perusahaan yang berakhir ricuh.

(SPN News) Halmahera, Polda Maluku Utara menangkap seorang aktivis buruh, Husen Mahmud yang sebelumnya pernah bekerja di PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (PT IWIP). Husen yang dikenal luas dengan nama Patra Alam ini di tangkap di Kabupaten Halmahera Tengah, pada Selasa (12/5/2020) sekitar pukul 03.00 WIT pagi dan langsung dibawa ke kantor Ditreskrimum Polda Malut untuk dilakukan pemeriksaan. Dia disangkakan atas dugaan penghasutan serta terlibat dalam aksi peringati Hari Buruh Internasional pada 1 Mei 2020 lalu di lingkungan perusahaan yang berakhir ricuh.

Pendamping Husen dari praktisi hukum, Hendra Kasim mengatakan, Husen disangkalkan pasal penghasutan saat aksi Mayday. Dia ditetapkan sebagai tersangka dan dikenakan Pasal 170 Sub Pasal 406 dan atau 160 atau 167 jo Pasal 55 ayat (1) KUHPidana.

“Waktu dekat ini kami berencana menyampaikan surat permohonan penangguhan/pengalihan penahanan,” ujar Hendra saat dihubungi lpmkultura pasca pemeriksaan di Diskrimum Mapolda Malut.

Namun, dia akan terlebih dahulu membicarakan perihal langkah hukumnya dengan keluarga Husen. “Prinsipnya sementara bersama teman-teman tim pendamping hukum sedang menyiapkan langkah terbaiknya,” tambah Hendra.

Baca juga: May Day Berbuah Represif dan Penangkapan Terhadap Buruh PT. IWIP

Dia sendiri belum tahu persis ikhwal penangkapan, dan sedang dalam pengkajian. Bersama tim pendamping, mereka akan bertemu Husen dan mendapatkan kronologi detail perihal kasus penangkapan.

Baca juga:  SOLIDARITAS KOMITE PEREMPUAN BANTEN KE PEKERJA PT MIKWANG

“Tadi fokus pemeriksaan jadi tidak cukup waktu untuk menggali informasi soal penangkapan.”

Pasalnya, kabar penangkapan lebih dulu diinformasikan Forum Perjuangan Buruh Halmahera Tengah (FPBH) melalui pernyataan resmi yang diterima redaksi. Sekitar pukul 02.30, setengah jam sebelum Husen ditangkap, Husen sempat melaporkan ke anggota FPBH bahwa semalam (sebelum ditangkap) rumah yang dia tempati di Weda, Halmahera Tengah disergap, namun dia sudah lebih dulu keluar dari rumah.

“Tapi setelah dari itu, Husen kehilangan kontak,” ujar salah seorang kawan Husen yang tidak ingin namanya dicantumkan. Hingga dini hari Husen dikabarkan telah dibawa ke Polda Malut untuk menjalani pemeriksaan.

Patra Alam dikenal kritis terhadap kebijakan perusahaan yang menyengsarakan dan memperlakukan buruh sewenang-wenang ditengah pandemi COVID-19. Sekitar pertengahan bulan April lalu, usai menggelar aksi menuntut agar buruh diliburkan dan penuhi hak-hak buruh di pabrik, dia lantas mengunggah sebuah video yang mengkritik kebijakan perusahaan terkait buruh yang sakit namun masih bekerja, buruh yang sakit lalu dirumahkan namun tak diupah, dan sejumlah persoalan lain yang dialami buruh dan tidak dipenuhi perusahaan.

Kritik Husen itu justru mengancam pekerjaannya. Dia dituduh mencemarkan nama baik perusahaan dengan mengupload content yang mengandung unsur SARA dan provokatif. Atas tuduhan itu, dalam keterangannya pekan lalu, dia lantas dijemput security perusahaan dan diintrogasi kurang lebih lima jam oleh anggota Polres Halmahera Tengah. Nyaris hitung hari, Husen lantas di pecat perusahaan tambang produksi nikel tersebut.

Baca juga:  PENDIDIKAN DASAR ORGANISASI DAN GENDER SPN KABUPATEN MAJALENGKA

Sejak tidak lagi bekerja, dia tetap menyuarakan dan membela hak kawan-kawannya yang belum dipenuhi perusahaan. Tepat 1 Mei, di hari besar perayaan buruh sedunia, dia ikut dalam barisan ribuan massa aksi yang mengatasnamakan Forum Perjuangan Buruh Halmahera Tengah (FPBH) menggelar aksi walau ditengah ancaman virus global. Aksi May Day itu, mendesakkan sejumlah tuntutan, diantaranya; tolak PHK berkedok jeda, penuhi K3, berlakukan delapan jam kerja bagi buruh, stop mengeluarkan memo tanpa perundingan dengan buruh, hingga menolak Omnibus Law.

Pasca aksi, yang dikatakan telah merusak sejumlah fasilitas perusahaan dan diduga melakukan ‘penjarahan’, 12 orang buruh lantas ditetapkan tersangka dengan tuduhan melakukan penjarahan (8 orang), provokator (3 orang dan pengrusakan (1 orang). Belakangan, 8 orang buruh yang dituduh melakukan penjarahan sudah dibebaskan dengan mendapat jaminan dari Bupati Halteng, Edi langkara. Sisanya masih mendekam dalam penjara. Hingga kini belum ada kepastian.

Sampai, Husen yang dikenal loyal dan sudah beberapa kali menjadi pembicara di diskusi online pekan lalu, kini juga ditangkap. Atas kriminalisasi yang kini dialami Husen, FPBH lantas mengecam tindakan represifitas dan penangkapan itu dan meminta agar Husen Mahmud dan buruh yang masih ditahan untuk segera dibebaskan.

“Kami meminta aparat kepolisian segera bebaskan Husen Mahmud dan buruh-yang masih ditahan,” kata salah seorang pengurus FPBH, melalui sambungan telepon.

SN 09/Editor