Ilustrasi
Direktur Pengembangan Investasi BPJS Ketenagakerjaan atau BP JAMSOSTEK Amran Nasution menjabarkan bahwa hingga 30 November 2020, pihaknya memiliki total dana investasi Rp 472,9 triliun. Jumlah tersebut tumbuh 12,9 persen (year-on-year/yoy) dibandingkan dengan catatan November 2019 sekitar Rp 418,8 triliun.
(SPNEWS) Jakarta, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan tercatat mengelola dana sebesar Rp 472,9 triliun yang peruntukannya memproteksi para pekerja.
Direktur Pengembangan Investasi BPJS Ketenagakerjaan atau BP JAMSOSTEK Amran Nasution menjabarkan bahwa hingga 30 November 2020, pihaknya memiliki total dana investasi Rp 472,9 triliun. Jumlah tersebut tumbuh 12,9 persen (year-on-year/yoy) dibandingkan dengan catatan November 2019 sekitar Rp 418,8 triliun.
“Kami selalu memastikan manajer investasi yang bekerja sama memiliki pengalaman yang yang sangat baik dan memiliki dana kelolaan terbesar di pasar modal, serta telah memenuhi sistem skoring internal BP JAMSOSTEK,” ujar Amran melalui keterangan resmi pada (9/12/2020).
Pada penghujung bulan lalu badan tersebut memperoleh hasil investasi Rp28,9 triliun. Jika dibandingkan dengan November tahun lalu, hasil investasinya tumbuh 8 persen (yoy) dari sekitar Rp 26,7 triliun.
Menurut Amran, kinerja investasi dana pengelolaan BP JAMSOSTEK tumbuh signifikan karena didorong oleh peningkatan iuran. Pertumbuhan dana kelolaan selama lima tahun, dari Rp 206,05 triliun pada 2015 menjadi Rp 431,67 triliun pada 2019, mencapai 109,4 persen Compound Annual Growth Rate (CAGR).
Adapun, yield of investment (yoi) yang diperoleh BP JAMSOSTEK per 30 November 2020 mencapai 7,29 persen (annualized). Menurut Amran, perolehan itu dapat dicapai di tengah tekanan investasi global melalui penempatan dana yang tepat.
Menurutnya dalam kondisi pandemi Covid-19 ini investasi BP JAMSOSTEK turut mendukung likuiditas keuangan negara dan pertumbuhan ekonomi daerah. Hal tersebut dilakukan dengan penempatan dana di bank-bank pelat merah atau Himpunan Bank Negara (Himbara) dan Bank Pembangunan Daerah (BPD).
“Total penempatan dana [di Himbara dan BPD] per 30 November 2020 sebesar Rp53,3 triliun atau setara dengan 11,2 persen dari total portofolio,” ujarnya.
BP JAMSOSTEK pun menyatakan turut mendukung likuiditas pasar obligasi dalam negeri dengan melakukan pembelian obligasi pemerintah konvensional dan syariah. Per 30 November 2020, penempatan itu mencapai Rp307,6 triliun atau 65 persen dari total portofolio investasi.
Selebihnya, atau sekitar 23,8 persen ditempatkan di instrumen pasar modal, seperti reksa dana dan saham. Menurut Amran, bobot saham mayoritas ditempatkan di kelompok LQ45 atau mencapai 97,27 persen dari total portofolio sahamnya.
Dia pun menyatakan bahwa BP JAMSOSTEK selalu berusaha melakukan efisiensi biaya, seperti biaya transaksi investasi saham, obligasi, dan reksadana yang telah diterapkan sejak Maret 2017. Efisiensi itu mencapai 50 persen–75 persen.
“Efisiensi ini perlu dilakukan karena dengan jumlah dana yang semakin besar maka perlu diimbangi dengan biaya transaksi yang semakin efisien. Dampak dari efisiensi ini sangat signifikan bagi peningkatan dana peserta,” ujar Amran.
Direktur Utama BP JAMSOSTEK Agus Susanto menekankan bahwa pengelolaan investasi yang transparan dan akuntabel sangat penting dilakukan agar kepercayaan publik terus terjaga.
BPJAMSOSTEK selalu diawasi dan diaudit oleh lembaga-lembaga eksternal dan internal yang kredibel, seperti Kantor Akuntan Publik (KAP), Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Tentunya pengawasan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tersebut tidak lain untuk selalu memastikan pengelolaan dana BPJAMSOSTEK sesuai dengan regulasi dan bebas dari konflik kepentingan,” ujar Agus.
SN 09/Editor