Kenaikan iuran dan penegakkan hukum
(SPN News) Jakarta, UU No 24/2011 tentang BPJS terutama Pasal 14 UU No 24 Tahun 2011 menyebutkan bahwa setiap orang termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia wajib menjadi peserta program jaminan sosial. Dengan kata lain bahwa setiap orang yang berada di Indonesia wajib untuk mengikuti program BPJS Kesehatan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sudah sejak lama menerapkan peraturan keikutsertaan seluruh masyarakat Indonesia dalam program Jaminan Kesehatan yang diadakan oleh BPJS Kesehatan. Program Jaminan Kesehatan ini dilakukan dengan sistem asuransi dimana setiap peserta diwajibkan membayar iuran wajib setiap bulan dengan besaran yang ditentukan. Besaran iuran ini disesuaikan dengan kemampuan, kebutuhan, dan kelas yang diinginkan peserta. Selain itu, pekerjaan peserta BPJS juga ikut menentukan besaran iuran bulanan yang harus dibayarkan. Sedangkan untuk peserta perorangan dan pekerja bukan penerima upah, iuran bulanannya disesuaikan dengan kelas yang dipilih.
Akan tetapi, meskipun ada iuran yang harus dibayarkan oleh peserta setiap bulannya, penduduk miskin dan tidak mampu tetap bisa mendapatkan layanan kesehatan dari BPJS Kesehatan sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI). Artinya, bagi penduduk miskin dan tidak mampu, iuran BPJS Kesehatannya akan dibayarkan oleh pemerintah. Dengan begitu, peserta BPJS Kesehatan PBI, maka masyarakat miskin dan tidak mampu tetap bisa mendapat jaminan kesehatan secara gratis.
Di samping itu, BPJS Kesehatan juga menerapkan beberapa sanksi untuk masyarakat yang tidak mau mendaftarkan diri sebagai peserta BPJS Kesehatan. Sanksi yang diterapkan oleh BPJS Kesehatan ini merupakan sanksi administratif yang bervariasi. Mulai dari sanksi tertulis, denda hingga tidak mendapat pelayanan publik tertentu. Dengan diberlakukannya sanksi ini, maka masyarakat yang tidak mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan akan cukup mengalami kesulitan untuk mengakses beberapa layanan publik terkait.
Mengenai sanksi bagi penduduk yang tidak mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan ini sebenarnya sudah disampaikan di dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara Dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, Dan Penerima Bantuan Iuran dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial.
Pada pasal 3 ayat 1 disebutkan bahwa pemberi kerja selain penyelenggara negara memiliki kewajiban untuk mendaftarkan dirinya dan juga para pekerjanya sebagai peserta BPJS.
Kemudian pada pasal 4 ayat 1 berisi peraturan yang menjelaskan bahwa setiap orang selain pemberi kerja, pekerja, dan penerima bantuan iuran yang memenuhi ketentuan peraturan perundangan wajib mendaftarkan diri dan anggota keluarganya sebagai peserta BPJS. Jika peraturan mengenai hal ini dilanggar, maka yang bersangkutan akan dikenakan sanksi administratif berupa pembatasan layanan publik. Mulai dari layanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Izin Mengemudi (SIM), sertifikat tanah, paspor, dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).
Masyarakat yang tidak terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan memang bisa dikenakan sanksi administratif. Akan tetapi penerapan sanksi ini tidak bisa diberlakukan dengan begitu saja. Ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi. Misalnya, untuk menerapkan sanksi administratif maka implementasi sanksinya tidak bisa dilakukan secara langsung. Akan tetapi, perlu melalui Koordinasi dengan Kementrian dan Lembaga (K/L) terkait serta Pemerintah Daerah (Pemda) setempat. Sebab, penerapan sanksi administratif ini diperlukan kerja sama dengan dinas-dinas terkait. Nantinya, dinas-dinas inilah yang akan melakukan eksekusi terkait sanksi tersebut. Akan tetapi, pemberian sanksi tetap dilakukan atas permintaan dari BPJS Kesehatan.
Tetapi yang penting dilakukan adalah keberanian dari pemerintah untuk menagih siapa saja yang menunggak iuran tersebut agar kesinambungan pelayanan dapat terjaga, jadi tidak hanya sekedar menaikan iuran saja. Contoh ada suatu Kelurahan di daerah Depok yang mengikuti Program Desa JKN sebagai daerah percontohan dari pelaksanaan program BPJS Kesehatan. Ternyata setelah proram ini berjalan terdapat tunggakan yang tidak dibayarkan oleh masyarakat di Kelurahan tersebut sebesar Rp 9 milyar dan menjadi kewajiban hutang yang harus dibayarkan. Ini memberikan bukti bahwa sebenarnya konsep yang semula itu adalah gotong royong tidak dapat berjalan dengan baik. Di sisi lain pekerja/buruh selalu rutin upahnya dipotong untuk membayar iuran program kesehatan ini setiap bulan dan otomatis naik setiap tahun sesuai dengan kenaikan upah karena dihitung secara persentase, tetapi hal ini tidak diikuti oleh kepatuhan masyarakat yang bukan tergolong dalam PBI. Inilah sebenarnya masalah yang harus dicarikan solusinya oleh pemerintah bukan hanya semata – mata menaikan iuran saja.
Oleh karena itu perlu dipikirkan suatu upaya untuk menyelesaikan permasalahan iuran tersebut diatas, salah satunya dengan mengeluarkan Perppu tentang SJSN karena sebenarnya kesehatan masyarakat itu sudah menjadi kewajiban dari pemeritah dan pekerja menjadi tanggung jawab dan kewajiban dari pengusaha.
SN 09/Editor