Ilustrasi UNRAS Buruh SPN

(SPNEWS) Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Lembaga Bantuan Hukum Sulawesi Tengah (LBH Sulteng), dan Serikat Pekerja Nasional (SPN) yang tergabung dalam Tim Advokasi Morowali Utara mengecam keras langkah Kepolisian yang melakukan penetapan tersangka secara sewenang-wenang terhadap 17 buruh PT Gunbuster Nickel Industry (GNI). Sebelumnya, pasca konflik pekerja yang terjadi di PT GNI, Morowali Utara, pada 14 Januari 2022 lalu, Kepolisian menangkap 71 orang buruh dan 17 diantaranya ditetapkan sebagai tersangka.

Adapun tindak pidana yang dijeratkan kepada 17 buruh yang ditetapkan tersangka oleh Kepolisian yakni Pasal 170 ayat 1 KUHP dengan ancaman 5 tahun penjara untuk 16 orang dan 1 tersangka lainnya dijerat Pasal 187 ke 1e KUHP dengan ancaman 12 tahun penjara. Ke-17 buruh tersebut ditahan tanpa proses pendampingan dan tanpa melalui proses penyelidikan dan penyidikan yang memadai. Padahal KUHAP secara tegas mengatur bahwa untuk kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan. Selain itu, Polres Morowali juga telah melakukan pelanggaran serius terhadap Pasal 56 ayat (1) KUHAP yang mewajibkan pendampingan hukum bagi mereka yang disangkakan pasal dengan ancaman 5 tahun atau lebih.

Terlebih lagi, transparansi mengenai korban meninggal sampai hari ini masih dalam situasi yang simpang siur. Pihak Kepolisian dan Perusahaan belum membuka data korban yang dinyatakan meninggal dunia. Selain itu, Kepolisian juga belum menyatakan bahwa visum telah dilakukan. Padahal hasil visum tersebut penting sebagai upaya akuntabilitas dalam proses penegakan hukum.

Baca juga:  RIBUAN BURUH PABRIK SANDAL DI GRESIK TERANCAM PHK

Kami juga menyayangkan beberapa pernyataan dari Kepolisian baik dari Polda Sulteng hingga Kapolri seakan menyudutkan buruh melakukan kericuhan di lapangan, tanpa proses penyelidikan secara mendalam. Padahal, apabila ditelisik lebih jauh, demonstrasi buruh PT. GNI yang berujung pada kericuhan tersebut dilatarbelakangi atas tuntutan terhadap pembenahan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di lingkungan perusahaan yang tak kunjung diterapkan sebab telah terjadi berbagai rentetan kecelakaan kerja hingga menyebabkan pekerja meninggal dunia di lingkungan kerja perusahaan PT. GNI.

Kami juga mendapat laporan bahwa beberapa buruh sudah di PHK oleh pihak perusahaan, terlebih buruh yang tergabung dalam serikat pekerja dengan alasan melakukan provokasi. Hal ini tentu saja merupakan bentuk kesewenang-wenangan perusahaan dan melanggar prinsip PHK yakni seorang pekerja tidak dapat diputus hubungan kerjanya kecuali ada alasan yang sah berdasarkan Konvensi ILO No. 158 tahun 1982. Selain itu, PHK sewenang-wenang dengan alasan tergabung dalam serikat juga merupakan pengekangan terhadap hak berserikat sebagaimana ditentukan dalam konstitusi dan UU Ketenagakerjaan. Diamnya negara terhadap praktik semacam ini menandakan pemerintah pro terhadap praktik pelemahan serikat buruh (union busting).

Berdasarkan informasi yang kami himpun, pemanggilan juga terus menerus dilakukan terhadap buruh yang terlibat dalam demonstrasi lalu. Ancaman serta intimidasi dilakukan oleh pihak perusahaan agar para buruh takut untuk kembali menuntut hak-haknya. Upaya intimidasi yang dilakukan oleh perusahaan berimbas pada terdapat beberapa anggota SPN PT GNI yang diputus hubungan kerjanya; tidak sampai disitu, kami juga mendapat kabar bahwa beberapa handphone milik pekerja disita secara sewenang-wenang.

Baca juga:  BUPATI CIREBON MINTA PERUSAHAAN TIDAK LAKUKAN PHK

Atas dasar uraian di atas kami mendesak berbagai pihak:

Pertama, Kepolisian khususnya Polres Morowali Utara untuk membebaskan seluruh buruh PT GNI yang menjadi tersangka dalam kasus kerusuhan dengan menerbitkan SP3;

Kedua, Kapolri dan jajarannya untuk melakukan investigasi secara serius, mendalam dan objektif terhadap konflik pekerja yang terjadi di Morowali Utara. Kapolri dan Kapolda Sulteng juga harus segera merevisi pernyataan terkait buruh WNI sebagai sebab kerusuhan;

Ketiga, PT GNI untuk dapat fokus memenuhi permintaan buruh terkait pembenahan dari K3. Selain itu, perusahaan juga seharusnya dapat bertanggung jawab secara serius terhadap korban jiwa yang ada akibat dari buruknya pelaksanaan K3 PT GNI. Lebih jauh, perusahaan harus menghentikan tindakan sewenang-wenang berupa PHK sepihak dengan alasan tidak sah dan mempekerjakan kembali buruh yang telah di PHK. Perusahaan juga harus berhenti melakukan intimidasi/ancaman yang dilakukan kepada para buruh yang melakukan demonstrasi serta menjamin kebebasan berserikat para pekerja;

Keempat, Kementerian Ketenagakerjaan atau dinas terkait untuk segera melakukan audit terhadap operasi yang dilakukan oleh PT GNI, khususnya terhadap aspek K3 perusahaan sebagaimana yang menjadi tuntutan para buruh.