Iuran organisasi adalah sumber utama berjalannya roda organisasi itu sendiri. Ibarat mobil maka iuran adalah bahan bakarnya tanpa bahan bakar mobil akan mogok.
(SPN News) Jakarta, Pagi itu, suasana dalam ruang sekretariat terlihat serius. Rapat pagi ini membahas tentang agenda besar organisasi yaitu kongres. Keputusan rapat disampaikan oleh Ketua, bahwa mandat delegasi hanya satu orang sesuai AD/ART organisasi. Itu pun masih menyisakan masalah, bahwa biaya delegasi tersebut harus darimana. Mengingat keuangan organisasi tingkat perusahaan ini sangat minim.
Cerita di atas hanya ilustrasi. Kurang lebih problem umum penganggaran keuangan demikian. Di satu sisi, pengurus serikat dituntut kerja dengan standar moral tinggi dengan dalih menjaga nama baik organisasi. Tapi di sisi lain tidak diimbangi dengan kesadaran mengatasi masalah utama. Situasi tersebut kadang jadi bahan tertawaan dengan ungkapan: anggota serikat yang menindas pengurusnya. Meskipun candaan tapi menurut saya ini serius.
Beberapa pengurus serikat mencoba mengatasi masalah. Tidak seluruh dari percobaan tersebut berhasil. Malah jalan di tempat dan terjebak pada langkah-langkah pembenaran menurut versinya sendiri. Pilihannya macam-macam. Mulai bermain-main dengan dana “siluman” dari Timses dalam perhelatan Pemilu / Pilkada atau terima amplop pemberian pengusaha. Dalihnya, ‘kan kasus sudah selesai! Ada pula yang – sampai ngobyek di tempat lain. Misalnya di saat lain nyambi juga jadi pengacara pengusaha, dalihnya asal serikatnya bukan anggota kita.
Pernah suatu saat saya menemukan pembanding lain. Mereka bercerita bahwa anggota serikat secara ramai-ramai menyatakan mundur dari keanggotaan dengan alasan serikat tidak amanah. Anggota sudah bayar iuran, tetap saja masalah gak beres. Anggota di-PHK, gak ada advokasi. Malah suatu saat salah satu pengurusnya tertangkap basah makan malam bareng HRD perusahaan, sehari sebelum penetapan upah. Peristiwa itu, jika dibandingkan dengan serikat yang bekerja untuk anggotanya, mereka akan berkata: ‘Wah, enak banget ya kalau pengurusnya jujur dan amanah!’
Isu keuangan serikat selalu sensitif. Karena sensitif orang jarang membahas secara terbuka, bahkan terkesan menghindarinya. Bertahan menjadi semacam mitos yang ditahan di kepala sampai pelontos. Mungkin ada satu, dua, atau tiga orang pengurus serikat buruh yang bertahan dengan idealisme dan tahan dengan godaan. Tapi jauh di luar sana, puluhan atau bahkan ratusan pengurus serikat bosan dengan kondisi ini dan memilih jalan pintas.
Sekali lagi, masalah keuangan serikat buruh bukan hanya metode penarikan iuran dan besarannya, juga perlu mendiskusikannya pengalokasiannya secara terbuka.
Dede Hermawan/Editor