Ilustrasi

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani menilai positif penetapan upah minimum provinsi atau UMP 2022 yang mengacu pada kondisi perekonomian makro tahun berjalan

(SPNEWS) Jakarta, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani menilai positif penetapan upah minimum provinsi atau UMP 2022 yang mengacu pada kondisi perekonomian makro tahun berjalan.

Adapun, dasar perhitungan UMP 2022 itu berasal dari rumusan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan sebagai turunan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

“Ikuti saja formulanya, yang jelas ga mungkin upah turun, yang diperlukan dalam kondisi terjadi penciutan lapangan kerja tentu fleksibilitas. Bagusnya, itu sudah diatur UU Cipta Kerja,” kata Hariyadi melalui sambungan telepon, (8/9/2021).

Berdasar pada pasal 26 ayat 3 PP Nomor 36 Tahun 2021, disebutkan perhitungan batas atas UMP diperoleh dari rata-rata konsumsi per kapita dikali dengan rata-rata banyaknya anggota rumah tangga lalu dibagi rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja setiap rumah tangga. Sementara itu, batas bawah UMP diperoleh dari perhitungan 50 persen dari batas atas UMP. Belakangan nilai UMP yang berlaku disesuaikan pada rentang nilai tertentu di antara batas atas dan batas bawah UMP pada wilayah terkait.

Baca juga:  IMPORT TEKSTIL MENGANCAM NASIB JUTAAN PEKERJA TEKSTIL INDONESIA

“Sebelum tahun 2015, kita pusing upah bisa naik sampai 70 persen. Ngaturnya bagaimana? Itu kejadian tahun 2012,” tuturnya.

Apalagi, dia menambahkan kondisi pandemi menuntut adanya percepatan pemulihan ekonomi melalui penyerapan tenaga kerja di tengah masyarakat.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi menuturkan penetapan upah minimum provinsi atau UMP 2022 sepenuhnya menggunakan data perekonomian makro dan ketenagakerjaan tahun berjalan.

“Penghitungan UMP berdasar pada kondisi perekonomian dan ketenagakerjaan yang meliputi daya beli, median upah dan tingkat penyerapan tenaga kerja. Semua data itu kita peroleh dari lembaga yang memiliki kewenangan,” kata Anwar melalui pesan tertulis (8/9/2021).

Kendati demikian, Anwar tidak menampik, adanya sejumlah perdebatan selama pembahasan penetapan UMP itu di forum tripartit beberapa pekan terakhir. Perdabatan itu terkait dengan besaran UMP tahun depan.

Baca juga:  UU CIPTA KERJA RUGIKAN PEMERINTAH DAERAH

“Biasa dalam diskusi dewan pengupahan ada hal-hal yang berbeda pendapat. Namun semua basisnya adalah data yang diambil dari lembaga yang punya otoritas,” kata dia.

Hanya saja, dia enggan membeberkan potensi kenaikan UMP tahun depan menyusul kondisi pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2021 yang bergerak positif di posisi 7,07 persen.

 

SN 09/Editor