Managemen Femina Group menyatakan tidak memotong THR tetapi mencicil THR kepada karyawan

(SPN News) Jakarta, Manajemen Femina Group membantah keluhan Forum Komunikasi Karyawan Femina Group (FKK-FG) terkait pemangkasan jumlah Tunjangan Hari Raya (THR) dari perusahaan. Keluhan itu sebelumnya dilaporkan FKK FG ke Posko Pengaduan THR Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).

Oscar, salah satu staf sumber daya manusia (HRD) perusahaan mengatakan istilah pemotongan tidak tepat digunakan dalam pelaporan ke Kemenaker. Sebab, perusahaan tidak memangkas hak THR karyawan, namun menerapkan skema pembayaran secara bertahap atas THR karyawan.

“Pemotongan? Kata-kata ini menurut saya sangat tidak tepat dan merupakan pengaburan fakta. Kami tidak melakukan pemotongan, tetapi dengan skema pembayaran yang akan dilakukan secara bertahap,” ujar Oscar (14/6).

Menurutnya, manajemen perusahaan telah secara jelas memberikan informasi kepada karyawan sejak 25 Mei lalu, bahwa skema pembayaran THR dilakukan bertahap. Pembayaran THR pada tahap pertama diberikan pada 31 Mei dan 1 Juni lalu, sesuai dengan formula persentase yang disesuaikan dengan kelompok gaji.

Setelah tahap pertama, pembayaran THR akan diberikan secara bertahap dalam kurun waktu tiga bulan ke depan. Hanya saja, manajemen enggan merinci berapa banyak tahapan pembayaran THR tersebut.

CEO Femina Group Svida Alisjahbana mengatakan pembayaran secara bertahap ini dilakukan karena ada permasalahan pada arus kas perusahaan. Namun, untuk tetap memenuhi kewajiban perusahaan kepada karyawan dalam memenuhi pembayaran THR, maka perusahaan terpaksa mengambil langkah tersebut. Menurutnya, sesuai dengan komitmen perusahaan, perusahaan akan tetap mengupayakan pembayaran sisa THR kepada karyawan dalam kurun waktu tiga bulan.

Baca juga:  KERJA LAYAK, UPAH LAYAK DAN HIDUP LAYAK

“Semua bergantung dari cash flow perusahaan, yang pasti dalam tiga bulan dilunasi,” kata Svida.

Sebelumnya, FKK-FG didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers melaporkan perusahaan ke Posko Pengaduan THR Kemenaker karena merasa jumlah THR yang diperoleh dipotong oleh perusahaan. Ahmad Fathanah, Staf Advokasi LBH Pers mengatakan keluhan itu dilaporkan ke pemerintah karena pemotongan jumlah THR yang diterima karyawan telah terjadi sejak tahun lalu. Lalu, diterapkan pula pada tahun ini dan berpotensi diteruskan di tahun selanjutnya.

“Ini pelajaran dari tahun lalu, yang hanya dibayarkan 70 persen dari total hak THR. Untuk THR tahun lalu, pun, sisa pembayaran baru dilakukan perusahaan setelah mendapat desakan dari karyawan pada Mei lalu,” tuturnya.

Selain itu, keluhan ke Kemnaker dilakukan karena pemotongan jumlah THR sejatinya tak sesuai dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Dalam Permen itu THR harus diberikan sesuai dengan hak karyawan dan tidak boleh melewati batas waktu yang ditetapkan, yaitu minimal H-7 Lebaran.

Terkait pelanggaran Permen tersebut, Svida mengatakan hal ini mau tidak mau harus dilakukan perusahaan karena keterbatasan keuangan, maka dari itu perusahaan meminta karyawan dapat memberi pemakluman.

Baca juga:  MENGGUGAT KENGGOTAAN LEMBAGA KERJA SAMA TRIPARTIT NASIONAL

“Secara sadar, kami paham akan tanggung jawab kami kepada seluruh karyawan. Dalam keadaan tersulit pun kami tetap mendahulukan hak karyawan. Untuk itu komitmen penyelesaian THR dalam tiga bulan ini adalah langkah terbaik yang mampu kami lakukan,” imbuh Svida.

Di sisi lain, Ahmad kembali membeberkan bahwa pemotongan jumlah THR diberitahukan perusahaan hanya melalui surat elektronik (e-mail) dari bagian HRD, tanpa lebih dulu mengajak karyawan untuk berdiskusi.

Untuk itu, kebijakan perusahaan ini dilaporkan ke Kemenaker. Ahmad bilang karyawan berharap agar pemerintah segera memberi tanggapan dan solusi atas keluhan tersebut. Sebab, sejatinya perusahaan dianggap mampu karena masih beroperasi hingga saat ini.

“Kami harap segera ada tanggapan dan langkah mediasi dari Kemenaker,” katanya.

Tak hanya soal THR, sebelumnya perusahaan juga mencicil pembayaran gaji karyawan sebesar 40 persen di pertengahan bulan atau setiap tanggal 15, dan 40 persen dibayarkan pada tanggal 25. Selain itu, perusahaan juga menolak pemberian kompensasi uang pisah kepada karyawan yang mengundurkan diri.

Ahmad berkata permasalahan cicilan gaji tersebut sudah pernah dilaporkan pula ke Kemenaker dan beberapa pertemuan bipartit serta tripartit sudah dilakukan oleh Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Jakarta Selatan.

“Namun, belum memberikan win win solution untuk kedua belah pihak. Karyawan sebagai pihak yang dirugikan diminta untuk terus bersabar tanpa ada kejelasan pembayaran sisa,” tandas Ahmad.

Shanto dikutip dari CNN indonesia.com/Editor