BPJS Kesehatan kembali menjelaskan soal kebijakan layanan yang tak lagi 100% gratis. Aturan ini layanan berbayar ini tidak berlaku pada peserta penerima bantuan iuran (PBI) dan aturan tersebut belum berlaku.
(SPN News) Jakarta, BPJS Kesehatan kembali menjelaskan soal kebijakan layanan yang tak lagi 100% gratis. Aturan ini layanan berbayar ini tidak berlaku pada peserta penerima bantuan iuran (PBI) dan aturan tersebut belum berlaku. Kepala Humas BPJS Kesehatan, M Iqbal Anas Ma’ruf mengatakan aturan urun biaya merupakan perintah dari Undang-Undang No 40 tahun 2004 tentang SJSN, tetapi aturan urun biaya belum berlaku.
“Tunggu list layanan yang berpotensi disalahgunakan yang disusun oleh tim. Jadi kita menunggu saja karena usulan kan sudah disampaikan. BPJS Kesehatan sudah menyampaikan usulan apa saja yang harus diurunbiayakan,” ujar Iqbal ketika ditemui di Gedung DPR, (30/1/2019).
Iqbal menambahkan urun biaya sebenarnya hal yang wajar dilakukan dalam sistem jaminan sosial negara lain. Bahkan di negara lain semua layanan yang melebih plafon biaya harus urun biaya. Namun di Indonesia yang urun biaya hanya layanan yang berpotensi disalahgunakan. Aturan baru ini termuat dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 51 tahun 2018 tentang Pengenaan Urun Biaya dan Selisih Bayar dalam Program Jaminan Kesehatan, aturan ini diterbikan Desember 2018.
Dalam aturan baru ini, layanan kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan dibatasi biaya kunjungan rawat jalan pada rumah sakit kelas A dan rumah sakit kelas B sebesar Rp 20 ribu untuk satu kali kunjungan. Untuk rumah sakit kelas C, D dan klinik utama Rp 10 ribu. Aturan ini juga membatasi jumlah biaya paling tinggi untuk kunjungan rawat jalan sebesar Rp 350 ribu untuk maksimal 20 kali kunjungan dalam jangka waktu 3 bulan.
Permenkes ini juga mengatur pembatasan biaya yang ditanggung oleh peserta rawat jalan sebesar 10% dari biaya yang dihitung dari total tarif Sistem Indonesia Case Base Groups (INA-CBG) atau tarif layanan kesehatan yang dipatok pemerintah atau paling tinggi Rp 30 juta. Dalam beleid ini, Kemenkes membolehkan peserta BPJS Kesehatan yang melakukan rawat jalan untuk naik kelas ke layanan eksekutif yang menggunakan dokter spesialis dengan membayar paket rawat jalan eksekutif paling besar Rp 400 ribu untuk setiap rawat jalan.
Dalam aturan ini, rumah sakit diwajibkan untuk memberitahukan dan mendapat persetujuan dari peserta BPJS Kesehatan tentang kesediaan menanggung selisih biaya. Aturan ini tidak berlaku untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI) dan penduduk yang didaftarkan pemerintah daerah.
SAP dikutip dari berbagai sumber/Editor