Menteri Keuangan Sri Mulyani menargetkan peningkatan tax ratio di 2019 menjadi 16%. Sri Mulyani ingin tax ratio kita bisa mengungguli beberapa negara Asean yang sudah lebih dari kita.

Kalau di APBN 2017 pendapatan dari pajak sebesar Rp. 1.487 triliun (tax ratio sekitar 12%) maka kalau tax rationya 16% di 2019 maka pendapatan dari pajak sekitar Rp. 2.080 triliun (16 x PDB saat ini sekitar 1 triliun dollar).

Tentunya targetan tersebut baik adanya guna mendukung pembangunan Indonesia. Memang pemerintah lagi memacu pembangunan infrastruktur yang harus didukung oleh APBN yang besar. Hanya mengandalkan utang untuk menutup defisit tentunya tidak boleh dilakukan terus karena bila debt ratio kita sudah melebihi 30 persen maka iklim investasi akan terpengaruh. Alternatif tidak berhutang adalah dengan meningkatkan pendapatan dari pajak. Oleh karena itu pemerintah berusaha melakukan beberapa kebijakan untuk menaikkan pendapatan pajak.

Tax Amnesty sudah dirilis oleh pemerintah dan sudah diikuti oleh banyak wajib pajak. Dengan Tax Amnesty maka pemerintah memiliki basis data pajak yang baru sehingga para wajib pajak yang sudah mendeclare hartanya akan dengan mudah dihitung pajak tahunannya. Semoga basis data pajak yg baru tersebut dapat meningkatkan pendapatan pajak kita. Tidak berhenti di sana, Perppu No 1 tahun 2017 sudah juga dirilis untuk membuka ruang gerak pemerintah ngintip uang orang yang ditaruh di bank. Kalau ketahuan ya hartanya bisa dipajakin lebih besar lagi. Semoga Perppu No 1 tahun 2017 bisa juga meningkatkan pendapatan pajak kita.

Baca juga:  TIDAK BOLEH MEMBAYAR UPAH DIBAWAH UPAH MINIMUM

Tralala BURUH

Tidak berhenti di situ, Menkeu terus berpikir bagaimana caranya mencapai impiannya yaitu tax ratio bisa mencapai 16% di 2019 mulai terpikir cara meningkatkan pajak dari PPh 21 yaitu menyesuaikan PTKP (Pendapatan Tidak Kena Pajak) dengan UMP yang berlaku di masing masing propinsi. Kalau saat ini PTKP sebesar Rp. 54 juta per tahun atau Rp 4.5 juta per bulan, dan berlaku di seluruh wilayah Indonesia maka nanti rencananya pemerintah akan menerapkan PTKP baru di masing masing propinsi. Tentunya propinsi dgn UMP yang nilainya rendah akan memiliki PTKP yang lebih rendah dari Rp 54 juta per tahun tersebut.

Kalau PTKP diturunkan maka akan berpengaruh pada jumlah pajak si pekerja. Misalnya gaji Bang Saut Aritonang yang bekerja di Jawa Tengah dgn upah sebesar 4 juta dan UMP Jawa Tengah sekitar Rp. 1.6 juta perbulan dan misalnya ditetapkan PTKP sebesar Rp. 2.5 juta per bulan di jawa tengah maka nantinya Bang Saut akan kena pajak PPh 21 karena upahnya di atas PTKP. Kalau pakai PTKP saat ini yg 54 juta per tahun maka upah Bang Saut tidak dipotong pajak. Demikian juga bila upah Mbah Kusmin Rp. 10 juta per bulan maka dgn PTKP Rp. 2.5 juta per bulan maka potongan pajak PPh 21 Mbah Kusmin akan lebih besar lagi. Tadinya upah yg dipajakin pakai angka Rp. 66 juta per tahun (Rp. 120 juta – 54 juta) tapi nanti yg akan dipajakin yaitu 90 juta ( 120 juta – 30 juta). Hitungan ini mengakibatkan PPh 21 Mbah Kusmin akan lebih besar lagi nantinya.
Bagi perusahaan yang menerapkan clean wage system maka beban pajak pekerja akan ditanggung perusahaan. Bila PTKP sesuai UMP ini diterapkan maka biaya PPh 21 yang dibayar perusahaan akan semakin besar.

Baca juga:  PENDIDIKAN ADVOKASI BERBASIS INDUSTRI NICKEL

Dengan sistem PTKP yang disesuaikan UMP maka daya beli buruh akan menurun dan biaya pajak perusahaan juga akan naik. Menurut pemerintah, target penambahan pajak via PPh 21 sekitar 18 triliun.

Menurut saya rencana kebijakan pemerintah ini tidak adil dan tidak tepat saat ini maupun dalam 2 tahun ke depan, dimana kondisi daya beli masyarakat saat ini terus mengalami penurunan. Kalau daya beli masyarakat turun maka perputaran barang dan jasa akan melambat juga sehingga pertumbuhan ekonomi akan terpengaruh juga. Kalau pergerakan barang dan jasa melambat maka pajak juga akan menurun.

Saya berharap pemerintah mempertimbangkan dengan bijak rencana penentuan PTKP yang disesuaikan dengan UMP.  Semoga dengan Tax Amnesty dan Perppu no. 1 tahun 2017 cita cita baik ibu Sri Mulyani di 2019 bisa tercapai….semoga Seger kwarasan adoh memolo lan bebendu niskoro koro.

Djoko Heriono SH Ketua DPP SPN Bidang Advokasi/Shanto/Coed