Ilustrasi

(SPNEWS) Jakarta, Dalam sistem hukum Indonesia, konflik atau persoalan ini disebut dengan perselisihan hubungan industrial. Di era industrialisasi, masalah perselisihan hubungan industrial menjadi semakin meningkat dan kompleks. Konflik-konflik yang muncul harus segera diselesaikan agar tidak menjadi permasalahan di kemudian hari, seperti terjadinya pemogokan kerja massal atau demontrasi. Oleh karena itu, diperlukan institusi dan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang cepat, tepat, adil, dan murah. Secara umum, perselisihan hubungan industrial adalah pertentangan yang terjadi antara pengusaha atau gabungan pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja, atau antara sesama pekerja di perusahaan yang sama. Terdapat beberapa jenis perselisihan hubungan industrial, yakni: Perselisihan hak, Perselisihan kepentingan, Perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh.

Ada beberapa tata cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dapat ditempuh para pihak berselisih. Cara-cara yang tertuang di dalam UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yakni; Perundingan bipartit, Mediasi, Konsiliasi, Arbitrase, Pengadilan hubungan industrial. Perundingan bipartit Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja atau serikat pekerja dan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan terlebih dulu dengan perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Jika perselisihan selesai dan dicapai kesepakatan bersama, maka dibuatlah perjanjian bersama yang ditandatangani para pihak terlibat dan wajib didaftarkan di pengadilan hubungan industrial. Namun, apabila dalam jangka waktu yang ditentukan salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal. Salah satu pihak atau keduanya dapat melakukan perundingan dengan melibatkan pihak ketiga, seperti mediasi dan konsiliasi.

Baca juga:  UMSK PROVINSI BANTEN TELAH DISYAHKAN

Mediasi adalah penyelesaian perselisihan melalui musyawarah yang ditengahi oleh mediator yang berada di Dinas Tenaga Kerja kota/kabupaten. Semua jenis perselisihan hubungan industrial tidak bisa lepas dari mediasi sebagai upaya penyelesaiannya. Sementara itu, konsiliasi adalah penyelesaian melalui musyawarah yang ditengahi oleh konsiliator yang terdaftar pada Dinas Tenaga Kerja kota/kabupaten setempat. Konsiliator yang telah terdaftar tersebut diberi legitimasi oleh Menteri Ketenagakerjaan atau pejabat berwenang. Konsiliasi sendiri merupakan penyelesaian untuk perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Bila mediasi atau konsiliasi yang dilakukan menghasilkan kesepakatan, maka dibuat perjanjian bersama yang didaftarkan di pengadilan hubungan industrial. Namun, jika kesepakatan tetap tidak tercapai melalui mediasi atau pun konsiliasi, maka: mediator atau konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis; para pihak harus memberikan jawaban secara tertulis kepada mediator atau konsiliator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis; pihak yang tidak memberikan pendapatnya dianggap menolak anjuran tertulis; jika para pihak menyetujui anjuran tertulis, maka mediator atau konsiliator membuat perjanjian bersama yang didaftarkan di pengadilan hubungan industrial; jika anjuran tertulis ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, maka para pihak atau salah satu pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke pengadilan hubungan industrial.

Arbitrase adalah penyelesaian perselisihan di luar pengadilan melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter. Putusan arbitrase mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak yang berselisih dan merupakan putusan yang bersifat akhir dan tetap. Arbitrase mencakup perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Arbiter yang berwenang menyelesaikan perselisihan harus arbiter yang telah ditetapkan oleh Menteri dan memiliki wilayah kerja seluruh Indonesia. Penyelesaian oleh arbiter harus diawali dengan upaya mendamaikan kedua belah pihak yang berselisih. Jika perdamaian tercapai, maka arbiter atau majelis arbiter wajib membuat akta perdamaian. Sementara jika tidak, arbiter akan menetapkan putusan yang harus diikuti para pihak. Perselisihan hubungan industrial yang sedang atau telah diselesaikan melalui arbitrase tidak dapat diajukan ke pengadilan hubungan industrial.

Baca juga:  SPN KABUPATEN PEKALONGAN BERSIAP MENGHADAPI UNJUK RASA NASIONAL TOLAK RUU CIKA

Pengadilan hubungan industrial Pengadilan hubungan industrial adalah pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial. Pengadilan hubungan industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus: di tingkat pertama mengenai perselisihan hak; di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan; di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja; di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Hukum acara yang berlaku pada pengadilan hubungan industrial adalah hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali yang diatur secara khusus.

SN 09/14/Editor