Ilustrasi

Sidang tersebut mengagendakan penyampaian keterangan pihak DPR dan Presiden. Namun, perwakilan dari DPR tengah berhalangan hadir

(SPNEWS) Jakarta, Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada (19/1/2021).

Sidang tersebut mengagendakan penyampaian keterangan pihak DPR dan Presiden. Namun, perwakilan dari DPR tengah berhalangan hadir. Sementara perwakilan pemerintah meminta penundaan pembacaan keterangan presiden karena masih memerlukan waktu untuk memahami perkara uji materi.

“Tim pemerintah masih memerlukan waktu untuk melakukan pendalaman materi permohonan judicial review,” kata perwakilan pemerintah dalam sidang yang disiarkan secara daring.

“Mohon berkenan yang mulia kiranya untuk memberi penundaan selama satu minggu,” ujar dia.

Dalam kesempatan yang sama, pihak pemohon meminta majelis hakim konstitusi agar bisa menyelesaikan perkara uji materi UU Cipta Kerja. Mengingat akan ada aturan-aturan turunan yang akan disusun setelah disahkannya UU Cipta Kerja.

Baca juga:  DISKUSI PUBLIK SPN MENUJU JS3H BERSAMA ANIES BASWEDAN

Mendengar permohonan tersebut, Ketua MK Anwar Usman mengaku akan mencatatnya dan sebisa mungkin segera menyelesaikan perkara uji materi tersebut.

Adapun permohonan uji materi ini diajukan oleh tiga advokat yakni Ignatius Supriyadi, Sidik dan Janteri.

“Bahwa permohonan pengujian yang diajukan oleh para pemohon ini adalah pengujian materiil,” dikutip dari berkas permohonan tiga advokat yang dilansir melalui laman www.mkri.id, Kamis (26/11/2020).

Adapun pasal-pasal yang dipersoalkan yakni Pasal 6, Pasal 17 angka 16, Pasal 24 angka 44, Pasal 25 angka 10, Pasal 27 angka 14, Pasal 34 angka 2, Pasal 41 angka 25, Pasal 50 angka 9.

Kemudian Pasal 52 angka 27, Pasal 82 angka 2, Pasal 114 angka 5, Pasal 124 angka 2, Pasal 150 angka 31, Pasal 151 dan Pasal 175 angka 6.

Baca juga:  DIPHK SEPIHAK, BURUH PT RANDUGARUT PLASTIK NGADU KE DISNAKER

Para pemohon menilai pasal-pasal tersebut mengandung rujukan pasal lain atau ayat lainnya yang salah sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Selain itu, para pemohon juga mengalami kerugian materi saat menjalani profesinya sebagai advokat.

Salah satu contohnya yakni pada Pasal 41 angka 25 UU Cipta kerja yang mengubah ketentuan Pasal 56 dalam UU Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi.

Dalam ayat-ayatnya diatur jenis-jenis sanksi administratif, tetapi jenis sanksi tersebut ada yang tidak jelas karena tidak menyebutkan suatu tindakan tertentu dari pejabat yang dapat mengenakan sanksi. Hal itu dianggap menyulitkan pemohon untuk melaksanakan tugas-tugasnya sebagai advokat.

SN 09/Editor