Ilustrasi

(SPNEWS) Jakarta, Salah satu tempat yang rawan terjadinya pelecehan dan kekerasan seksual merupakan lingkungan kerja. Pelecehan serta kekerasan seksual ini muncul karena adanya hubungan yang cukup intens ditempat kerja, serta adanya suasana kerja yang memungkinkan terjadinya pelecehan serta kekerasan seksual. Akan tetapi, masih banyak sekali para korban yang tidak sadar bahwa perbuatan yang dilakukan oleh rekan kerjanya tersebut ialah pelecehan seksual. Atau korban telah sadar, akan tetapi tidak melaporkan pelecehan seksual tersebut terhadap pihak yang bertanggung jawab.

Pelecehan seksual ini merupakan penyalahgunaan kekuasaan dan ekspresi dari seksualitas laki-laki. Kemudian kasus pelecehan seksual ini dapat terjadi karena berasal. dari relasi. posisi yang menempatkan lelaki lebih tinggi dari pada perempuan, dan dalam hal ini si pelaku pelecehan memegang kendali atas posisi superiornya.

Korban pelecehan seksual ini karakteristik kebanyakannya ialah perempuan muda yang belum menikah, namun perempuan yang sudah menikah pun rentan menjadi korban pelecehan seksual. Serta pelaku yang melakukan pelecehan dan kekerasan seksual tersebut merupakan para laki-laki yang memiliki jabatan lebih tinggi dari yang dilecehkan olehnya, pelaku dengan posisi jabatan manajer, supervisor, dan sebagainya, ataupun pelaku tersebut merupakan satu rekan kerja dengan posisi jabatan yang sama.

Pelaku pelecehan seksual di Indonesia dijerat menggunakan pasal 289-296 KUHP, dengan memperhatikan ketentuan unsur-unsur perbuatan tindak pidana masing-masing. Bunyi pasal 289 KUHP :

“Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.”

Baca juga:  PERUSAHAAN YANG DINYATAKAN RUGI AKAN KENA PAJAK 1 PERSEN

Dan dalam Pasal 290 KUHP mengancam pelakunya dengan hukuman penjara maksimal selama 7 tahun, apabila:

  1. Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
  2. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya.
  3. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umumnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin.
  4. barang siapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh di luar perkawinan dengan orang lain.

Pelaku pelecehan seksual di tempat kerja meningkat drastis, berdasarkan data yang diperoleh oleh Veryanto Sitohang yang merupakan Komisioner Komnas Perempuan, ketika tahun 2017 sampai 2020 terdapat 92 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan, dan di tahun 2021 kekerasan seksual terhadap perempuan meningkat hingga 116 kasus. Kenaikan kasus kekerasan seksual setiap tahunnya ini diartikan bahwa keberanian korban semakin meningkat untuk melaporkan bahwa atasan atau rekan kerjanya sebagai pelaku tersebut.

Pada saat ini, beberapa karyawan perempuan mungkin menganggap tindakan-tindakan mesum yang dilakukan karyawan laki-laki atau atasannya tersebut merupakan hal wajar sekedar bercanda dan sebagai pendekatan untuk keakraban serta menghilangkan rasa penat dan suntuk di tempat kerja. Dan jika karyawan perempuan tersebut merasa terganggu karena risih dan ngeri, karyawan perempuan tersebut pun akan dianggap sok suci oleh karyawan lainnya.

Banyak sekali bentuk tindakan dan perilaku pelecehan seksual, selama itu merupakan tindakan dan perilaku yang menuju terhadap seks yang tidak diinginkan, dimulai dari joke (lawakan mesum), catcall, siul-siul, dipanggil cantik atau ganteng atau sayang, diberi minuman hingga kita tidak sadar atas kontrol diri kita sendiri, diraba, dicium paksa, dan tingkatan yang paling parah ialah pemerkosaan.

Baca juga:  DIPHK SEPIHAK, 10 BURUH DIRIKAN TENDA DI DEPAN PERUSAHAAN

Setiap institusi ataupun perusahaan harus menyiapkan atau memiliki perangkat atau kebijakan yang dapat menghapuskan pelecehan dan kekerasan seksual di lingkungan kerja. Pada dasarnya penghapusan kekerasan dan pelecehan di tempat kerja sudah diatur dalam konvensi ILO no 190 tahun 2019 untuk memberikan kewajiban dan hak secara detail oleh seluruh pihak tripartit yaitu buruh, pengusaha, dan pemerintah untuk menghapus kekerasan dan pelecehan berbasis gender. Dan sudah diatur dalam UU No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Kekerasan dan pelecehan seksual ini tidak hanya terhadap perempuan saja, namun laki-laki pun kerap menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual ini. Oleh karena itu konvensi ILO no 190 dan UU no 12 tahun 2022 menjelaskan bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk bebas dari kekerasan dan pelecehan.

Oleh karena itu perusahaan harus membuat peraturan yang kuat untuk mencegah kekerasan seksual di lingkungan kerja, kemudian memastikan agar semua pihak mengerti tentang kekerasan seksual, dan setiap karyawan memiliki faktor yang besar tanpa melihat status atau jabatan pelaku tersebut untuk melaporkan tindakan kekerasan karena ini merupakan tanggung jawab setiap orang. Serta perusahaan harus mengambil langkah tegas saat kekerasan seksual terjadi.

SN 05/Editor