Gambar Ilustrasi

DPR kebut pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi

(SPN News) Jakarta, DPR RI mengakui kebutuhan akan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) sudah mendesak. Saat ini, Komisi I DPR terus memproses penyusunan RUU PDP bersama pemerintah dan pakar.

Hal ini disampaikan oleh anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani dalam diskusi Forum Legislasi di Gedung DPR (4/8/2020) “Kami di Komisi I juga telah melakukan RDPU secara maraton. Mulai dengan akademisi, asosiasi pelaku usaha, lalu juga koalisi masyarakat sipil dalam rangka partisipasi masyarakat tadi untuk memberikan masukan-masukan terkait rancangan undang-undang.”

Dari berbagai rapat tersebut, Christina mengatakan sejauh ini semua kalangan sependapat bahwa Indonesia memang sangat membutuhkan aturan perundang-undangan terkait dengan perlindungan data.

 “Jadi, sepertinya sejauh ini pemahamannya sama, Indonesia membutuhkan legislatif primer terkait perlindungan data,” ujarnya.

Baca juga:  BURUH JAWA TIMUR AKAN UNJUK RASA TOLAK RUU CIPTA KERJA DI KANTOR GUBERNUR

Christina mengatakan, semakin hari semakin banyak kasus terkait dengan kebocoran data, penyalahgunaan, dan jual-beli data. Pengaturan mengenai kasus-kasus terkait dengan data tersebut saat ini masih sangat tersebar atau belum terpusat dan terintegrasi.

“Ada tentang rahasia bank di Undang-Undang Perbankan, ada UU Adminduk (Administrasi Kependudukan), ada UU ITE. Ternyata yang kami tangkap implementasi atau penegakan hukumnya belum maksimal. Oleh karena itu, kasus- kasus ini terus berulang terjadi,” papar Christina.

Dalam menangkap keresahan itu, ujar Christina, Komisi I berkomitmen segera menyelesaikan RUU PDP. Undang-undang itu pun sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 yang ditargetkan rampung pada Oktober mendatang.

Ketika menyoroti kebijakan pemerintah, anggota Komisi I DPR Sukamta menilai rencana pemerintah membuat pusat data yang didanai Prancis sangat berisiko. Jumlah penduduk Indonesia yang sangat banyak akan selaras dengan jumlah data yang dikelola di pusat data tersebut.

Baca juga:  PENCATATAN SERIKAT BURUH OJOL DITOLAK, PULUHAN OJOL DATANGI KEMNAKER

“Saya kira hanya Prancis, ternyata Korea juga mau buat, dan saya kira kalau pemerintah ini memberikan izin, nanti sebentar lagi Amerika akan buat, Tiongkok akan buat. Akan berlomba-lomba negara-negara itu menaruh data center di Indonesia,” tutur Sukamta dalam diskusi yang sama.

Sukamta mengatakan dengan jumlah penduduk yang sangat banyak, Indonesia tentu akan sangat menarik perhatian banyak pihak asing dalam hal keberadaan data, terutama di tengah situasi resesi ekonomi seperti ini. Meski begitu, ada risiko dari sisi keamanan negara.

Sukamta mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam menerima bantuan asing dalam pembuatan pusat data. Perlu dicari tahu tujuan dan timbal balik yang diharapkan dari bantuan tersebut.

SN 09/Editor