Revisi Undang-undang Ketenagakerjaan, Pemerintah harus melakukan kajian

(SPN News) Jakarta, Pemerintah didorong untuk melakukan kajian secara yuridis dan sosiologis terkait dengan persiapan revisi Undang-Undang No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Perlu ada titik temu antara pengusaha dan pekerja yang menguntungkan kedua pihak dalam upaya revisi tersebut.

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengatakan, kajian secara yuridis maupun sosiologis penting terkait dengan kondisi industri saat ini. Kondisi itu mencakup fenomena adanya tenaga kontrak/alih daya, pemutusan hubungan kerja, upah minimun, jaminan sosial yang masih belum singkron dan ketentuan tentang tenaga kerja asing.

“Pemerintah hendaknya segera merumuskan draft revisi UU Ketenagakerjaan dan naskah akademik untuk segera disampaikan kepada DPR RI. Ini supaya komisi IX DPR RI dapat mempelajari secara komprehensif usulan revisi itu,” ujarnya, (26/6/2019).

Baca juga:  MENCAPAI KESETARAAN GENDER

Bambang juga menekankan kepada anggota Komisi IX DPR RI supaya bekerja bersama pemerintah untuk mencari masukan, baik dari kalangan pengusaha maupun pekerja. “Ini supaya didapatkan titik temu dalam merumuskan pasal demi pasal dalam aturan ketenagakerjaan dan dapat dilaksanakan secara implementatif,” tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menganggap UU Ketenagakerjaan saat ini banyak “bolong-bolong”. Hal itu dilihat dari adanya perubahan-perubahan pasal akibat judicial review. Ia menyebutkan, sudah ada sekitar 32 kali UU Ketenagakerjaan masuk ke dalam judicial review.

“Tentu ini menjadi kepentingan bersama untuk memastikan kita mempunyai ekosistem tenaga kerja yang baik sehingga investasi, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, bisa menggenjot pertumbuhan ekonomi,” tuturnya di Istana Kepresidenan, (25/6/2019).

Baca juga:  5.333 TKA BANJIRI PROVINSI SULAWESI TENGAH

Sementara itu Ketua Umum SPN Djoko Heriyono mengatakan bahwa “sejak 2006 UU Ketenagakerjaan telah masuk daftar Prolegnas dan sampai saat ini selalu jadi bahan gorengan politisi senayan maupun aktivis SP/SB untuk manggung jadi SPN masih memantau, menurut kajian LIPI 2010 tidak ada urgensi untuk melakukan revisi UU Ketenagakerjaan. Sejauh ini yang mengeluhkan dan meminta agar UU Ketenagakerjaan direvisi adalah perusahaan yang mengeluhkan soal pembayaran pesangon.

SN 09 dikutip dari berbagai sumber/Editor