Raperda diharapkan salah satunya akan menyelesaikan masalah PHK yang sering dilakukan tanpa prosedur

(SPN News) Samarinda, DPRD Kaltim berencana akan memasukkan dan mengusulkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Ketenagakerjaan dalam program legislasi daerah (prolegda). Digodoknya aturan tersebut sebagai tindak lanjut atas maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) tanpa disertai mekanisme yang berlaku.

Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Rusman Yaqub menyatakan, kekosongan hukum tentang ketenagakerjaan telah banyak menimbulkan efek negatif bagi buruh di Kaltim. Sejatinya, 2018 ini pihaknya ingin mengusulkan raperda tersebut. Namun masih banyak raperda yang diusulkan belum dibahas dan disahkan di DPRD Kaltim.

“Memang perlu ada payung hukum yang lebih kuat untuk melindungi buruh. Kami sedang membangun input-input baru untuk menghasilkan aturan ini. Mudah-mudahan masuk di 2019. Karena 2018 ini sudah agak sulit mengejarnya. Masih banyak raperda yang belum disahkan,” katanya, (19/9) kemarin.

Baca juga:  SIDANG PLENO UMSP DEPEPROV DKI JAKARTA 

Selain PHK tanpa prosedur, lanjut Rusman, hal yang tidak kalah penting yakni pemerintah daerah belum memiliki kewenangan yang kuat untuk memberikan sanksi pada perusahaan yang dinilai melanggar aturan ketenagakerjaan.

“Pemerintah tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk melakukan penyelesaian perselisihan itu. Padahal lembaganya sudah ada. Ada PHI (Pengadilan Hubungan Industri, Red. ) untuk penyelesaian kasus PHK itu,” katanya.

Sudah berulang kali dirinya menerima pengaduan mengenai PHK. Pada dasarnya, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kaltim memiliki kewenangan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Namun acap kali tidak diindahkan oleh pengusaha.

“Itu menunjukkan bahwa wibawa pemerintah sangat lemah. Karena dengan santainya perusahaan mengabaikan rekomendasi pemerintah. Apalagi dengan karyawan sifatnya kontrak. Itu sangat tidak dilindungi perusahaan,” sebutnya.

Baca juga:  CARA CEK KEAKTIFAN BPJS KETENAGAKERJAAN

Dari data yang ada, kasus PHK terjadi secara masif di Samarinda dan Kutai Kartanegara (Kukar). Pada kurun waktu 2015 dan 2016, terdapat 806 kasus. Diperkirakan, kasus yang sama masih terus berlanjut pada 2017 dan 2018.

Shanto dari berbagai sumber/Editor