Gambar Ilustrasi

Mendagri telah secara resmi melarang ojol untuk menarik penumpang

(SPN News) Jakarta, harapan para ojek online (ojol) memulai lagi aktivitas layanan antar penumpang saat new normal atau setelah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berakhir nampaknya menemui jalan buntu usai dilarang oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Pelarangan itu tertuang pada Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 440-830 Tahun 2020 tentang Pedoman Tatanan Normal Baru Produktif dan Aman Corona Virus Disease 2019 Bagi Aparatur Sipil Negara Di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah.

Dalam aturan tersebut Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian Larangan ini sama saat penarapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

“Pengoperasian ojek konvensional/ojek online harus tetap ditangguhkan untuk mencegah penyebaran virus melalui penggunaan helm bersama dan adanya kontak fisik langsung antara penumpang dan pengemudi,” ungkapnya dalam aturan tersebut, dikutip Minggu (31/5).

Pelarangan itu mendapat dukungan dari lembaga legislatif, salah satunya diungkapkan Wakil Ketua Komisi V DPR Nurhayati Monoarfa. Kata dia alasan utamanya karena Indonesia belum kembali pada kondisi normal sehingga larangan ojol mengangkut penumpang dilihat sebagai cara mencegah penyebaran virus meluas.

“Maka kendaraan roda dua sebaiknya tidak mengangkut penumpang itu keputusan yang bijaksana,” ujar Nurhayati.

Menurutnya Nurhayati persoalan kesehatan masyarakat harus menjadi prioritas utama ketimbang ekonomi, baik pengemudi maupun penumpang. Bahkan ia juga meminta agar aturan dari Tito dapat didukung aturan lain, misalnya dari Kementerian Perhubungan.

“Jadi tak ada overlapping aturan,” ucapnya.

Dunia usaha tidak secara pasti mendukung atau tidak kebijakan ini. Para pengusaha berharap pemerintah bersama penyedia moda transportasi dapat menyiapkan alternatif transportasi atau sarana pendukung para pekerja pada masa new normal. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Antonius J Supit mengatakan pengusaha tidak mampu menanggung beban transportasi pekerja ketika new normal berlangsung.

Baca juga:  BURUH JABAR MENUNTUT SEGERA DITETAPKANNYA UMSK

“Di luar sana sudah bukan urusan pengusaha, itu urusan Pemda. Kalau bagian transportasi dipikirkan pemerintah, kami mengurus yang di dalam pabrik dan usaha masing-masing,” tuturnya.

Kendati begitu, ia memastikan pengusaha tidak akan menunda operasional bisnis jika pemerintah sudah memperbolehkan.

“Pihak pengusaha pun sudah kepepet, sudah harus produksi. Kalau produksi pun harus konsisten mengikuti protokol, membatasi ruang gerak dan sebagainya,” katanya.

Sementara itu Asosiasi ojol, Garda Indonesia, memrotes dan menolak kebijakan larangan ojek angkut penumpang pada new normal. Mereka bahkan berniat demonstrasi besar-besaran ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara bila aturan itu tetap diberlakukan.

“Kami Garda tidak setuju dengan wacana Tito tersebut. Pada presiden sekalian [kami akan unjuk rasa] karena ini tidak sinkron dengan kementerian di bawahnya,” ungkap Ketua Presidium Garda Indonesia Igun Wicaksono.

Sebelumnya dalam panduan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk penanganan penyebaran virus di sektor kerja perkantoran dan industri, masyarakat diimbau menggunakan helm sendiri saat memanfaatkan transportasi umum. Hal itu tertuang pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 Tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha Pada Situasi Pandemi.

Garda antusias menyambut panduan tersebut dan berharap penyedia jasa transportasi online akan mengaktifkan kembali fitur antar penumpang yang dimatikan sementara selama PSBB. Sedangkan Gojek menjelaskan akan mengaktifkannya sesuai instruksi Presiden Joko Widodo.

Masyarakat yang dimintai pendapat juga menolak pelarangan ojol angkut penumpang karena berbagai alasan, mulai dari tak ada transportasi lain, soal kemudahan, hingga permasalahan keuangan karena transportasi lain lebih mahal.

Baca juga:  DIALOG KETENAGAKERJAAN BURUH KABUPATEN MOROWALI

“Kalau ke kantor angkutan lain enggak ada selain ojol,” ucap Oklita (22).

Imaddudin (23) mengatakan ojol dibutuhkan sebagai transportasi penyambung dari rumah ke Stasiun Bogor dan dari Stasiun Cawang ke kantor.

“Ya masih mending naik ojol sih,” kata dia.

Sementara Angela (23) melihat ojol seharusnya tetap boleh membawa penumpang asal dengan protokol kesehatan. Misalnya, menggunakan masker, mengurangi kontak fisik dengan pengemudi, tidak melakukan pembayaran tunai, helm yang didisinfektan, hingga selalu menggunakan hand sanitizer.

“Dari awal enggak liat alasan logis kenapa enggak boleh, asal tetap patuhin aturan sehat,” katanya.

Pengamat transportasi Darmaningtyas menilai keputusan pemerintah melarang ojol akan memberi dampak kemacetan yang lebih parah di ibu kota. Hal itu disebut membuat masyarakat tak memiliki banyak pilihan dan akan cenderung memilih menggunakan kendaraan pribadi, baik roda dua maupun empat.

“Kalau menambah kemacetan itu sudah pasti, dalam rangka menghindari penggunaan angkutan umum dan ojol pilihannya naik kendaraan pribadi,” ujarnya.

Darmaningtyas setuju atas pelarangan ojol. Namun, ia menilai tanpa larangan pun sebenarnya pengguna ojol akan berkurang dengan sendirinya karena ada kecenderungan penumpang melakukan kontrol diri dan berusaha mengurangi kontak fisik tanpa aba-aba dari pemerintah.

“Sebetulnya tidak ada larangan pun mereka [penumpang] akan mengalami penurunan. Larangan sudah tepat kalau Covid-19 belum selesai,” katanya.

Menurut studinya pada tahun lalu, pergerakan masyarakat di Jabodetabek sebesar 88 juta per hari. Namun perkiraannya, pergerakan akan turun ke kisaran 70 jutaan per hari akibat penerapan PSBB dan kerja dari rumah (work from home).

SN 09/Editor