(SPNEWS) Jakarta, Pemerintah sudah seharusnya melakukan instrospeksi dan evaluasi menyeluruh dalam pelaksanaan hilirisasi mineral yang melibatkan investor asing, khususnya dari China yang banyak beroperasi di tanah air.
Mulyanto, Anggota Komisi VII DPR RI, menyatakan bentrok yang terjadi di di PT Gunbuster Nickel Industry (PT. GNI) harus disikapi secara serius. Menurutnya, Presiden jangan hanya sekedar mempersoalkan terjadinya bentrok berdarah tapi juga harus menyelesaikan akar masalahnya. Sebab bentrokan antarpekerja tidak akan terjadi bila manajemen PT. GNI memperhatikan masalah keamanan dan keselamatan kerja smelter.
“Kita harus sungguh-sungguh merumuskan dan menyelesaikan akar masalah dari persoalan ini. Jangan mereduksi dan menutup mata pada persoalan yang lebih substansial dan mendasar. Untuk mengatasi masalah di PT. GNI pemerintah jangan hanya menindak pelaku bentrokan tapi harus juga mengusut kelalaian manajemen menjalankan K3 serta mengaudit secara komprehensif kondisi smelter yang ada,” kata Mulyanto, (26/1/2023).
Dia meminta Pemerintah mengaudit secara menyeluruh kondisi smelter nikel. Bahkan tidak terbatas hanya smelter PT GNI tapi juga smelter-smelter lainnya. Hal ini perlu untuk memastikan agar kejadian ledakan smelter tersebut tidak terulang di masa-masa yang akan datang.
Mulyanto menilai sekarang adalah saat yang tepat bagi Pemerintah untuk melakukan evaluasi komprehensif program hilirisasi nikel ini.
“Kita tidak ingin program hilirisasi yang berbiaya tinggi ini hanya menghasilkan manfaat secara nasional yang terbatas, apalagi memunculkan instabilitas dan korban jiwa,” tegas Mulyanto.
Adapun bentrokan antarkelompok pekerja akibat dari kondisi kerja yang tidak kondusif. Mulanya terjadi kebakaran smelter yang menewaskan dua orang pekerja. Kemudian berlanjut menjadi bentrokan antara kelompok pekerja lokal dengan TKA yang menimbulkan tiga orang korban tewas.
Patut diduga kebakaran tersebut karena teknologi smelter yang digunakan PT GNI tersebut sudah usang dan menggunakan komponen bekas yang tidak ramah lingkungan. Sehingga berisiko tinggi bagi keamanan dan keselamatan pekerja dan lingkungan.
“Belum lagi permasalahan banyaknya TKA yang ditengarai adalah pekerja kasar serta berbagai masalah hubungan industrial,” ujar Mulyanto.
SN 09/Editor