Ilustrasi

Peringatan Hari Perempuan Internasional 2021 masih menyisakan banyak pekerjaan rumah

(SPNEWS) Jakarta, Hari Perempuan Internasional diperingati setiap tahun pada 8 Maret. Awalnya, peringatan ini digaungkan oleh buruh perempuan untuk menuntut hak-hak mereka sebagai pekerja.

Kini, Hari Perempuan Internasional diperingati secara umum, tidak hanya masalah buruh, tetapi segala aspek diskriminasi terhadap kaum perempuan, termasuk kekerasan.

Setiap tahun menjelang Hari Perempuan Internasional, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menerbitkan laporan Catatan Tahunan atau Catahu.

Peluncuran Catahu 2021 disampaikan secara virtual melalui YouTube Komnas Perempuan pada (5/3/2021).

Catatan Tahunan Komnas Perempuan yang diluncurkan ini merupakan dokumentasi data-data kekerasan terhadap perempuan yg dialami sepanjang 2020 di seluruh Indonesia.

Dalam peluncuran tersebut, Komisioner Komnas Perempuan, Alimatul Qibtitiyah mengatakan, kekerasan di ranah personal selalu menduduki posisi tertinggi setiap tahun. Data kekerasan terhadap perempuan yang terjadi dalam hubungan personal yaitu sebesar 79 persen atau sebanyak 6.480 kasus.

Bentuk kekerasan di ranah personal juga bermacam-macam. Komnas Perempuan menyoroti kasus yang paling banyak terjadi sepanjang 2020.

“Ini ada yang menarik, kalau kita lihat di urutan tertinggi itu ada pencabulan, kekerasan gender berbasis siber, lalu kekerasan seksual lain,” ujar Alimatul.

Kekerasan gender berbasis siber mengalami kenaikan jumlah pelaporan yang sangat pesat.

Pada 2019, jumlah kasus yang dilaporkan sebanyak 241 kasus, kemudian meningkat pada 2020 menjadi 940 kasus. Ia mengaku miris melihat data pelaku kekerasan yang justru dilakukan oleh orang yang dekat dengan korban. Data menunjukkan, pelaku terbanyak adalah pacar, mantan pacar, dan ayah.

Baca juga:  Asia Pacific Regional Living Wage Workshop

“Ini jadi pertanda, pelaku-pelaku yang diharapkan menjadi pelindung justru dia itu menjadi pelaku,” ujar Alimatul.

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) digolongkan sebagai ranah personal, hanya lingkupnya di rumah tangga. Komnas Perempuan menilai, angka KDRT pada 2020 dipengaruhi oleh kondisi Pandemi Covid-19.

“Karena semakin banyak mereka ketemu di dalam keluarga, dengan tidak ada aktivitas yang lebih kreatif, itu kemudian menjadikan keluarga ini semakin rentan untuk mengalami kekerasan,” jelas Alimatul.

Data Catahu 2021 menunjukkan, kasus kekerasan terbanyak dialami oleh istri, yaitu 50 persen dari total kasus yang dilaporkan. Jumlah tepatnya 3.221 kasus. Alimatul menjelaskan, angka kasus yang besar ini juga dipengaruhi pemikiran patriarkis.

“Ditambah dengan pemahaman di ranah domestik itu masih menjadi tanggung jawab perempuan, misalnya. Ini pemahaman yang ikut mendukung kenapa angka kekerasan dalam rumah tangga itu lebih tinggi dari tahun sebelumnya,” kata dia.

Adapun di ranah personal dan KDRT, bentuk kekerasannya berupa kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan psikis, dan kekerasan ekonomi.

Komunitas juga tak luput dari kasus kekerasan terhadap perempuan, terutama bentuk kekerasan seksual. Dalam catatan Komnas Perempuan, tren kekerasan sekual di ranah komunitas meningkat. Kasus kekerasan seksual yang lain ada di urutan pertama dengan 371 kasus, diikuti oleh perkosaan sebanyak 229 kasus, pelecehan seksual sebanyak 181 kasus, dan pencabulan sebanyak 166 kasus.

“Ini menunjukkan bahwa RUU penghapusan kekerasan seksual yang mengatur banyak fokus di urusan komunitas itu sangat peting,” kata Alimatul.

Adapun dari laporan yang diperoleh, pelaku terbanyak merupakan teman, tetangga, dan orang tidak dikenal.

Baca juga:  BURUH TUNTUT DPR RI BATALKAN UU CIPTA KERJA

Data pelaku kasus kekerasan seksual di ranah komunitas dalam Catahu 2021, Komnas Perempuan. Kekerasan seksual di ranah komunitas juga dapat terjadi di kampus atau sekolah. Dalam data pelaku, Komnas Perempuan mencatat kasus kekerasan seksual di ranah komunitas yang dilakukan oleh guru sebanyak 28 kasus, sedangkan oleh dosen sebanyak 9 kasus.

Meskipun jumlahnya tidak terlalu tinggi dibanding yang lain, tetapi penting untuk mengetahui adanya relasi kuasa dalam kasus kekerasan seksual di dunia pendidikan.

“Dan ini ada ya, walaupun tidak tinggi, tetapi ada pelaku yang harusnya adalah orang-orang yang dihormati dan memang ada persoalan relasi ya. Rentan terhadap relasi kuasa,” kata Alimatul.

Untuk ranah kekerasan perempuan oleh negara, catatan Komnas Perempuan menunjukkan, ada 29 kasus kekerasan yang dilakukan oleh para pejabat dan aparat negara.

“Yang mana kalau kita lihat ada yang sifatnya melakukan, ada yang sifatnya pembiaran,” ujar Alimatul.

Kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh negara berkaitan dengan hukum, penggusuran, kebijakan diskriminatif, konteks tahanan dan serupa tahanan. Ada 23 kasus yang dilaporkan, yang terjadi di DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sumatera Barat.

Dari semua data di atas, perlu diketahui bahwa data yang dihimpun hanya berdasarkan laporan dari korban atau lembaga terkait, sehingga tidak dapat mendeteksi kasus-kasus yang tidak terekspos.

Adapun jumlah kuisioner yang dikembalikan kepada Komnas Perempuan menurun 50 persen dari tahun sebelumnya. Meski demikian, Komnas Perempuan mencatat, sepanjang 2020, total kasus kekerasan terhadap perempuan sebanyak 299.911 kasus.

SN 09/Editor