Ilustrasi

(SPNEWS) Jakarta, Pemerintah resmi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tentang Cipta Kerja tertanggal 30 Desember 2022.

Perpu Nomor 2 tahun 2022 Tentang Cipta Kerja ini ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo dan diundangkan tertanggal 30 Desember 2022.

“Perpu UU Cipta Kerja sudah dikonsultasikan dan diinformasikan oleh Presiden kepada Ketua DPR,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di Istana Negara Jumat (30/12)

Pada jumpa pers ini Menko Airlangga Hartarto di dampingi oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhhukam) Mahfud MD dan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ham) Edward Omar Sharif Hiariej.

Menko Airlangga menyebut, pengeluaran Perpu No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja ini sudah sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 38/PUIU 7/2009.

“Kebutuhan mendesak untuk mengantisipasi kondisi global terkait dengan krisis ekonomi dan resesi global, serta perlunya peningkatan inflasi, dan ancaman stagflasi,” kata Menko Airlangga.

Selain itu Airlangga juga mengklaim saat ini banyak negara-negara berkembang masuk dalam pengawasan dana moneter nasional atau International Monetary Fund (IMF) yang jumlahnya mencapai lebih dari 30 negara.

“Selain itu lebih dari 30 negara antre untuk mendapatkan bantuan IMF, karena kondisi krisis negara negara emerging atau negara berkembang itu riil,” kata Airlangga.

Di sisi lain Airlangga mengungkapkan adanya risiko Geo politik terjadinya perang antara Rusia dan Ukraina yang belum selesai, dan tidak diketahui kapan bisa berakhir.

Akibatnya, “Pemerintah hadapi krisis pangan, krisis energi dan krisis keuangan serta dampak perubahan iklim,” terang Airlangga.

Di samping itu, Airlangga menyebut putusan Mahkamah Konstitusi mengenai UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang menyatakan inkonstitusional telah mempengaruhi aktivitas dunia usaha di dalam dan luar negeri.

Baca juga:  BPJAMSOSTEK BERSIAP MENJALANKAN PROGRAM JKP

“Mereka menunggu keberlanjutan UU Cipta Kerja,” kata Airlangga.

Padahal di satu sisi pada 2023 mendatang Indonesia sudah mengatur bujet negara dengan menetapkan defisit anggaran sebesar Rp 598,2 triliun atau setara 2,84% terhadap produk domestik bruto (PDB) sehingga pembangunan akan mengandalkan pada investasi swasta.

“Mengandalkan investasi yang ditargetkan Rp 1.200 triliun tahun ini dan ditingkatkan Rp 200 triliun tahun depan menjadi Rp 1.400 triliun maka perlu dan penting akan adanya kepastian hukum,” kata Airlangga.

Ia menyebut dengan terbitnya Perpu No 2 Tahun 2022 ia berharap ada kepastian hukum dan bisa mengisi celah aturan hukum serta skaligus mengimplementasikan perintah dari Mahkamah Konstitusi

Pada kesempatan itu Menko Polhukam Mahfud MD menyebut ada tiga faktor yang jadi pertimbangan pemerintah mengeluarkan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 ini.

Pertama, adanya alasan mendesak dan kebutuhan UU secara mendesak. Berdasarkan Putusan MK No 138 PUU 2009, yang saat itu di tandatangani oleh Mahfud MD sebagai Ketua MK. Artinya saat ini ada keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang.

Kedua Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai.

Mahfud menyebut saat ini ada kebutuhan mendesak dan kegentingan memaksa, yakni untuk menyelesaikan masalah kekosongan hukum secara cepat dengan menerbitkan undang -undang.

“Tapi UU yang dibutuhkan belum ada sehingga ada kekosongan hukum atau UU yang ada tidak memberikan kepastian hukum,” terang Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tersebut.

Ketiga kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.

Baca juga:  PEREMPUAN HARUS MEMAHAMI MATERNITAS DAN PERANANNYA

“Sebab itu pemerintah memandang, ada cukup alasan menerbitkan Perpu Nomor 2 tahun 2022 berdasarkan pada alasan mendesak disampaikan Menko perekonomian,” kata Mahfud.

Ia menyebut alasan mendesak itu antara lain untuk menghadapi krisis ekonomi global, ancaman inflasi, krisis multi sektor, sehingga pemerintah perlu mengambil langkah strategis secepatnya.

“Kalau menunggu sampai akan ketinggalan mengantisipasi,” kata Mahfud.

Pada kesempatan itu Airlangga juga menyebutkan beberapa isi perubahan di UU Cipta Kerja menjadi Perpu Cipta Kerja

Perubahan yang dilakukan pemerintah menurut Airlangga sesuai dengan perintah dan Putusan MK;

Misalnya pengaturan mengenai masalah ketenagakerjaan, pengaturan upah minimum, dan pengaturan pekerja alih daya.

Khusus pekerja alih daya ini sebelumnya di UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja, membuka kepada seluruh sektor usaha, dengan Perpu 2/2022 berubah menjadi diatur jenis pekerjaannya sesuai dengan Peraturan Pemerintah.

“ini masukan sesuai dengan permintaan dari serikat pekerja,” klaim Arilangga.

Perubahan lain adalah mengenai sinkronisasi harmonisasi dengan tata cara penyusunan perundang-undangan termasuk pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Perubahan lain menyangkut penyempurnaan pengaturan sumber daya air. “Juga perubahan atas kesalahan pasal dan legal drafting yang substansial telah disempurnakan oleh kementerian lembaga terkait,” kata Airlangga

Dengan keluarnya Perpu Nomor 2 tahun 2022 ini Airlangga menegaskan UU Omnibus Cipta Kerja yang sebelumnya dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK maka telah menjadi konstitusional dengan adanya Perpu yang menggantikannya

“Sosialisasi sudah mulai kami lakukan dan dilakukan oleh tim konsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan,” kata Airlangga Hartarto.

SN 09/Editor