​INDEF menilai proyek infrastruktur belum memberikan dampak yang berarti bagi perekonomian.

(SPN News) Jakarta, proyek infrastruktur Pemerintah memang tampak menggenjot pembangunan infrastruktur dalam tiga tahun belakangan. Namun, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai, upaya tersebut belum menunjukkan perkembangan dan berdampak signifikan, khususnya bagi perekonomian.
Direktur Eksekutif INDEF, Enny Sri Hartati mengatakan, pembangunan fisik infrastruktur belum menunjukkan progres berarti. Dari total 247 proyek strategis nasional, sampai 2017 ini, hanya 9 persen atau 22 proyek yang dinyatakan selesai. Sedangkan yang masih dalam tahap perencanaan atau persiapan mencapai angka 36 persen atau 88 proyek.
“Artinya selama ini, proyek infrastruktur dapat dikatakan mengalami stagnasi,” ujar Enny saat menjadi pembicara dalam seminar nasional Stabilitas Tanpa Akselerasi di Jakarta, (29/11).

Baca juga:  AKSI DAMAI BURUH DIHADAPI AKSI REPRESIF APARAT

Selain itu, lanjutnya, ada indikasi anomali dari pembangunan proyek infrastruktur. Yaitu penyerapan tenaga kerja dan upah buruh bangunan yang menurun. Dengan semakin meningkatnya infrastruktur, idealnya penyerapan tenaga kerja harusnya juga ikut naik.

Dia menuturkan, dampak infrastruktur baru bisa sepenuhnya dirasakan pada jangka panjang. Namun seharusnya, dalam jangka pendek manfaat tersebut sudah mulai terlihat, seperti meningkatnya penyerapan tenaga kerja terutama tenaga kerja sektor konstruksi.
“Memang ada time-lag. Pembangunan infrastruktur tidak serta-merta hasilnya dapat dinikmati dalam jangka waktu dekat. Tapi, minimal ada akselerasinya,” kata Enny.
Penyerapan tenaga kerja di sektor industri pada 2015 mencapai 7,72 juta jiwa, atau sekitar 6,39 persen. Tahun lalu, sektor konstruksi mencatatkan angka penyerapan tenaga kerja 7,71 juta orang, atau turun 0,01 juta jiwa.

Baca juga:  TERAMPIL DALAM MELAKUKAN PEMBELAAN TERHADAP ANGGOTA

Tahun ini, menyerap 7,16 juta orang. “Artinya, dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, tenaga kerja di sektor ini justru menyusut sekitar 0,56 juta orang,” ungkap Enny.
Begitu pula dengan upah riil buruh bangunan yang nyatanya menurun. Upah riil adalah upah nominal dikurangi dengan tingkat inflasi. September 2015, upah riil harian buruh bangunan mencapai Rp 66.158. Lalu pada dua tahun berikutnya, turun menjadi masing-masing Rp 65.768 dan Rp 64.867.

Shanto dikutip dari PROKAL.CO/Editor