Gubernur dalam menentukan upah minimum “harus mengikuti” Surat Edaran dari Menteri Ketenagakerjaan dan Menteri Dalam Negeri.


“Hajat” tahunan berupa kenaikan upah minimum telah selesai dilakukan. Setiap daerah sudah memiliki ketetapan terkait UMP dan UMK, tinggal dibeberapa daerah yang menjadi sentra industri masih akan merundingkan tentang Upah Minimum Sektor (UMSK). Dari serangkaian proses penetapan upah minimum tersebut ada sesuatu yang penting untuk dicermati, walaupun penetapan upah minimum itu menjadi kewenangan dari Gubernur tetapi ternyata Gubernur tidak bisa lepas dari intervensi pejabat lain yaitu Menteri Ketenagakerjaan dan Menteri Dalam Negeri.

Pertama tentu saja surat edaran dari Menteri Ketenagakerjaan, bernomer B. 337/M.NAKER/PMIJSK-UPAH/X/2017 tentang penyampaian data tingkat inflasi dan pertumbuhan produk domestik bruto tahun 2017 ini, Menaker meminta agar Gubernur menetapkan Upah minimum sesuai dengan ketentuan PP No 78 Tahun 2015.

Dan yang kedua adalah, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 561/7721/SJ tertanggal 30 Oktober 2017. Isi surat ini menekankan, agar seluruh Gubernur mentaati peraturan perundangan – undangan dan wajib melaksanakan program strategis nasional berdasarkan Pasal 67 huruf b dan f UU No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No 12/2017 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Kalau kita menelaah pasal tersebut maka “Gubernur harus melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Menteri Dalam Negeri” sebagai pembina dan pengawas pemerintahan daerah.

Baca juga:  HALBIL DAN RAPAT KP SPN SE PROVINSI BANTEN

Pasal 67 huruf b dan f UU Pemerintahan Daerah mengatakan, bahwa kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah meliputi: (b) menaati seluruh ketentuan peraturan perundangundangan; dan (f) melaksanakan program strategis nasional.
Sedangkan dalam PP No 12/2017 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah diatur mengenai sanksi apabila Pemerintah Daerah (Gubernur) tidak menjalankan program strategis nasional.

Adapun saksi yang akan diberikan secara bertahap berupa: a. teguran tertulis; b. teguran tertulis kedua; c. pemberhentian sementara selama 3 (tiga) bulan; dan/atau d. pemberhentian.

Sanksi teguran tertulis dan teguran tertulis kedua dijatuhkan oleh Menteri kepada Gubernur. Selanjutnya, Gubernur yang tetap tidak menjalankan program strategis nasional setelah paling cepat 14 (empat belas) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari sejak penjatuhan teguran tertulis dijatuhi sanksi berupa teguran tertulis kedua.

Baca juga:  PELANTIKAN PENGURUS DAN PERINGATAN HUT PSP SPN PT PARKLAND WORLD INDONESIA REMBANG KE 1

Gubernur yang dijatuhi sanksi teguran tertulis kedua wajib menindaklanjuti sanksi yang dijatuhkan. Selanjutnya, Gubernur yang tetap tidak menjalankan program strategis nasional setelah paling cepat 14 (empat belas) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari sejak penjatuhan teguran tertulis kedua dijatuhi sanksi berupa pemberhentian sementara selama 3 (tiga) bulan.

Gubernur yang tetap tidak menjalankan program strategis nasional setelah selesai menjalani pemberhentian sementara selama 3 (tiga) bulan dijatuhi sanksi berupa pemberhentian.

Shanto dikutip dari berbagai sumber/Editor