Ilustrasi

Laporan ILO menyebutkan bahwa lebih dari 100 juta pekerja dalam kemiskinan akibat pandemi covid-19

(SPNEWS) Jakarta, Pandemi Covid-19 telah mendorong lebih dari 100 juta pekerja ke dalam kemiskinan, kata Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) pada (2/6/2021), setelah jam kerja berkurang dan akses ke lapangan pekerjaan berkualitas baik menguap.

Dalam sebuah laporan, Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) PBB memperingatkan bahwa krisis pasar tenaga kerja diciptakan oleh pandemi dan isu ini masih jauh dari selesai. Lapangan pekerjaan diperkirakan bangkit kembali ke tingkat pra-pandemi paling cepat pada 2023.

Laporan tahunan ILO tentang Ketenagakerjaan dan Sosial menunjukkan bahwa planet ini akan kekurangan 75 juta pekerjaan di akhir tahun ini dibandingkan jika pandemi tidak terjadi. Angka itu belum termasuk 23 juta pekerjaan yang berkurang pada akhir tahun depan.

“(Covid-19) tidak hanya menjadi krisis kesehatan masyarakat, tetapi juga merupakan krisis ketenagakerjaan dan manusia,” Dirjen ILO Guy Ryder, (2/6/2021).

“Tanpa upaya yang disengaja untuk mempercepat penciptaan lapangan kerja yang layak, serta mendukung anggota masyarakat yang paling rentan, dan pemulihan sektor ekonomi yang paling terpukul, efek yang tersisa dari pandemi bisa (tetap) bersama kita selama bertahun-tahun dalam bentuk hilangnya potensi manusia dan ekonomi, juga kemiskinan yang lebih tinggi dan kesenjangan,” jelasnya.

Laporan tersebut menunjukkan bahwa pengangguran global diperkirakan mencapai 205 juta orang pada 2022, jauh lebih tinggi dari 187 juta pada 2019. Tetapi situasinya lebih buruk daripada yang ditunjukkan oleh angka pengangguran resmi. Banyak orang telah mempertahankan pekerjaan mereka, tetapi dengan jam kerja yang dipotong secara drastis.

Baca juga:  MENYATUKAN VISI MISI SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH INDONESIA

Pada 2020, 8,8% jam kerja global hilang dibandingkan dengan kuartal IV-2019, setara dengan 255 juta pekerjaan penuh waktu. Sementara situasinya telah membaik, jam kerja global masih jauh dari pulih. Dunia akan tetap kekurangan lapangan pekerjaan setara dengan 100 juta pekerjaan penuh waktu pada akhir tahun ini, menurut temuan laporan tersebut.

“Kekurangan lapangan pekerjaan dan jam kerja ini muncul di atas tingkat pengangguran pra-krisis yang terus-menerus tinggi, pemanfaatan tenaga kerja yang kurang, dan kondisi kerja yang buruk,” ILO mengatakan.

Sementara lapangan kerja global diperkirakan akan pulih lebih cepat pada paruh kedua 2021, asalkan situasi pandemi secara keseluruhan tidak memburuk, ILO memperingatkan pemulihan akan sangat tidak merata. Ini, katanya, dikarenakan akses yang tidak merata ke vaksin Covid-19. Sejauh ini, lebih dari 75% dari seluruh suntikan hanya dibagikan ke 10 negara.

Keterbatasan kapasitas sebagian besar negara maju dan negara berkembang untuk mendukung langkah-langkah stimulus fiskal yang kuat juga akan mengambil korban, kata ILO. Pihaknya memperingatkan, kualitas pekerjaan yang baru diciptakan kemungkinan akan memburuk di negara-negara tersebut.

Penurunan lapangan kerja dan jam kerja telah diterjemahkan ke dalam penurunan tajam dalam pendapatan tenaga kerja dan naiknya kemiskinan. Dibandingkan pada 2019, sebanyak 108 juta lebih pekerja di seluruh dunia dikategorikan miskin atau sangat miskin. Artinya, mereka dan keluarganya hidup dengan kurang dari US$3,20 per orang per hari, studi menunjukkan.

Baca juga:  JELANG AKSI 03, BURUH TANGERANG BAGIKAN SELEBARAN

“Angka kemiskinan benar-benar dramatis,” kata Ryder, memperingatkan bahwa lima tahun kemajuan menuju pemberantasan kemiskinan di tengah para pekerja belum rampung.

Laporan tersebut menyoroti bagaimana krisis Covid-19 telah memperburuk kesenjangan yang sudah ada sebelumnya dengan pukulan lebih keras terhadap para pekerja rentan.

Bagi kebanyakan dari dua miliar orang yang bekerja di sektor informal, di mana perlindungan sosial umumnya kurang, gangguan kerja terkait pandemi memiliki konsekuensi bencana bagi pendapatan keluarga dan mata pencaharian. Krisis juga secara tidak proporsional memukul kaum perempuan, yang telah terdorong keluar dari pasar tenaga kerja pada tingkat yang lebih besar daripada laki-laki, bahkan ketika perempuan mengambil lebih banyak beban tambahan untuk merawat anak-anak putus sekolah dan beban lainnya. Laporan itu memperingatkan, isu tersebut telah menciptakan risiko “tradisionalisasi ulang” peran gender.

Sementara itu, pekerjaan kaum muda turun 8,7% tahun lalu atau dua kali lipat lebih besar dibandingkan level 3,7% untuk pekerja yang lebih tua.

“Konsekuensi dari keterlambatan dan gangguan terhadap pengalaman awal pasar tenaga kerja kaum muda ini dapat bertahan selama bertahun-tahun,” ILO melanjutkan.

Untuk memastikan pemulihan ekonomi dan menghindari kerusakan jangka panjang pada pasar tenaga kerja global, Ryder mengatakan, dunia sangat membutuhkan strategi yang komprehensif dan terkoordinasi didukung oleh tindakan dan pendanaan.

“Tidak ada pemulihan nyata tanpa pemulihan pekerjaan yang layak,” katanya.

SN 09/Editor