Ilustrasi

Mahkamah Konstitusi (MK) membuka kemungkinan mengubah presidential threshold atau ambang batas presiden dari 20 persen menjadi 0 persen. Namun syaratnya tidak mudah yaitu pemohon harus bisa bisa meyakinkan MK.

(SPNEWS) Jakarta, Mahkamah Konstitusi (MK) membuka kemungkinan mengubah presidential threshold atau ambang batas presiden dari 20 persen menjadi 0 persen. Namun syaratnya tidak mudah yaitu pemohon harus bisa bisa meyakinkan MK.

Hal itu disampaikan MK saat sidang judicial review Pasal 222 UU Pemilu dengan pemohon 3 anggota DPD RI yaitu Tamsil Linrung, Edwin Pratama Putra dan Fahira Idris. Hakim konstitusi Manatan Situmpul membenarkan sudah ada 15 permohonan serupa yang semua permohonannya tidak membuahkan hasil. Namun Manahan meminta Tamsil Linrung membuat tabel dari putusan-putusan yang pernah diputus MK.

“Dari tabel itu nanti dapat diuraikan, permohonan ini dapat diajukan kembali. Nanti apakah memiliki alasan konstitusionalitas yang baru atau alasan yang sebelumnya belum pernah dikemukakan. Bilamana ada perbedaan itu dan ini menjadi dianggap yang oleh mahkamah dipertimbangkan untuk bergeser dari pendapatnya semula,” kata Manahan Sitompul dalam sidang di MK yang disiarkan lewat channel YouTube, (17/1/2022).

Baca juga:  PEKERJA TIDAK MENDAPATKAN BSU KARENA PERUSAHAAN MENUNGGAK IURAN BPJS

Dari 15 putusan MK yang sudah diputus, ada yang sudah ditolak. Berarti secara tidak langsung, Manahan menegaskan, MK sudah menyatakan materi judicial review (presidential threshold 20 persen, red), sudah konstitusional.

“Kalau sekarang ini dalam permohonan ini ada alasan baru dan itu harus dipertimbangkan oleh majelis, bisa saja mungkin ada perubahan dalam pendirian daripada Mahkamah,” ucap Manahan Sitompul memberikan harapan.

Hal senada disampaikan Wakil Ketua MK Aswanto. Hakim konstitusi Aswanto meminta pemohon bisa meyakinkan 9 hakim konstitusi bila perorangan juga punya legal standing untuk menggugat Pasal 222 UU Pemilu. Di mana dalam putusan-putusan sebelumnya, MK menyatakan yang bisa menjadi penguji materi presidential threshold adalah parpol.

Baca juga:  DPK JEPARA MASIH BELUM SEPAKAT TENTANG KENAIKAN UMK 2020

“Mahkamah bisa saja melakukan koreksi terhadap putusannya kalau Mahkamah yakin bahwa memang ada dasar-dasar yang kuat yang bisa menjadi dasar bergeser soal legal standing tadi. Saran saya bisa dielaborasi lagi soal legal standing ini bahwa mestinya perseroangan bisa diberikan legal standing. Ini yang kelihatannya belum tampak,” kata Aswanto.

“Tidak hanya parpol saja yang punya legal standing, mestinya seluruh masyarakat yang mempunyai hak pilih juga punya legal standing dalam kaitannya dengan presidential threshold,” sambung Aswanto.

SN 09/Editor