SPN News – Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI), bipartit adalah proses perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam satu perusahaan, yang dilakukan dengan prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat secara kekeluargaan dan keterbukaan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa bipartit merupakan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang paling awal dan melibatkan langsung kedua belah pihak yang berselisih, yaitu pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dan pengusaha.

Definisi Bipartit

Secara umum, Bipartit dapat diartikan sebagai pertemuan atau perundingan antara dua pihak yang berselisih, yaitu pekerja atau serikat pekerja dengan pengusaha. Dalam konteks Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI), Bipartit didefinisikan sebagai penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dilakukan secara musyawarah untuk mufakat oleh para pihak yang berselisih, yaitu pekerja atau serikat pekerja dengan pengusaha.

Peran dan Tanggung Jawab Pihak Bipartit

Berdasarkan UU PPHI, pihak Bipartit memiliki peran dan tanggung jawab yang sama dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Kedua belah pihak harus saling menghormati dan menjunjung tinggi prinsip musyawarah untuk mufakat. Pihak Bipartit juga harus berkomitmen untuk mencapai kesepakatan yang adil dan seimbang bagi kedua belah pihak.

Pada tahap ini, para pihak yang berselisih wajib melakukan musyawarah untuk mencapai mufakat secara kekeluargaan dan keterbukaan. Perundingan bipartit harus dilakukan paling lama 30 hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan. Apabila dalam jangka waktu tersebut salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan maka perundingan bipartit dianggap gagal.

Baca juga:  ZERO ACCIDENT: MEMPRIORITASKAN KESELAMATAN, MENUAI KEBERHASILAN

Mekanisme Negosiasi

Negosiasi merupakan mekanisme utama dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui Bipartit. Negosiasi dilakukan oleh para pihak yang berselisih untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Mekanisme negosiasi dalam Bipartit dapat dilakukan secara langsung atau melalui perantara.

Kontribusi Bipartit

Bipartit memiliki kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan hubungan industrial yang harmonis dan produktif. Melalui Bipartit, para pihak yang berselisih dapat menyelesaikan permasalahannya secara bersama-sama dan dengan cara yang adil dan seimbang. Hal ini dapat mencegah terjadinya konflik yang berkepanjangan dan dapat mengganggu produktivitas perusahaan.

Kesepakatan Bipartit

Kesepakatan Bipartit adalah hasil negosiasi antara para pihak yang berselisih. Dalam hal perundingan bipartit berhasil mencapai kesepakatan, maka dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak. Perjanjian bersama ini mengikat dan menjadi hukum serta wajib dilaksanakan oleh para pihak. Perjanjian bersama juga wajib didaftarkan pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah para pihak mengadakan perjanjian.

Sanksi

Sebaliknya, apabila perundingan bipartit gagal, maka salah satu pihak atau kedua belah pihak dapat mencatatkan perselisihannya pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat. Instansi tersebut akan melakukan mediasi atau konsiliasi untuk membantu para pihak mencapai kesepakatan.

Perbandingan dengan Mekanisme Lain

Meskipun Bipartit merupakan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang pertama kali harus dilakukan, namun mekanisme ini tidak selalu berhasil mencapai kesepakatan. Jika Bipartit gagal, maka para pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan melalui mekanisme lain yang diatur dalam UU PPHI, yaitu konsiliasi, arbitrase, atau mediasi.

Baca juga:  KETIKA JAM KERJA DINAIKAN, APAKAH OTOMATIS PRODUKTIVITAS MENINGKAT ?

Prinsip-prinsip Bipartit

Dalam melakukan negosiasi dan mencapai kesepakatan dalam penyelesaian perselisihan melalui Bipartit, para pihak harus mengikuti prinsip-prinsip berikut:

  • Musyawarah untuk mufakat
  • Saling menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia
  • Keterbukaan dan kejujuran
  • Keadilan dan keseimbangan
  • Kemandirian dan profesionalisme

Perlindungan Hukum

UU PPHI memberikan perlindungan hukum bagi pekerja atau serikat pekerja dalam konteks penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mekanisme Bipartit. Perlindungan hukum tersebut meliputi:

  • Kewenangan pekerja atau serikat pekerja untuk mengajukan permohonan Bipartit
  • Kewenangan pekerja atau serikat pekerja untuk didampingi oleh advokat dalam proses Bipartit
  • Kewenangan pekerja atau serikat pekerja untuk mengajukan permohonan mediasi jika Bipartit gagal

Perkembangan Bipartit

Sejak UU PPHI diberlakukan pada tahun 2004, peran Bipartit dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial mengalami perkembangan yang signifikan. Hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah perselisihan hubungan industrial yang diselesaikan melalui Bipartit. Selain itu, para pihak juga semakin menyadari pentingnya peran Bipartit dalam meningkatkan hubungan industrial yang harmonis dan produktif.

Berdasarkan kajian hukum tersebut, dapat disimpulkan bahwa Bipartit merupakan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang penting dan memiliki kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan hubungan industrial yang harmonis dan produktif.

SN-01/Berbagai Sumber