Terkait aksi demonstrasi yang dilakukan oleh para pengemudi ojek online, Menteri ketenagakerjaan akan mengkaji aturan ketenagakerjaan transportasi online

(SPN News) Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri mengatakan akan mengkaji aturan ketenagakerjaan terkait bisnis transportasi berbasis aplikasi daring (online) untuk mencari solusi yang tepat bagi semua pihak.

“Intinya kita perlu solusi, apakah nanti solusi itu berupa regulasi atau hanya kebijakan tertentu, kami belum bisa bicara terlalu jauh. Tapi dari sisi ketenagakerjaan, kami akan beri pertimbangan kepada Kemkominfo dan Kemenhub yang merupakan `leading sector` dari bisnis transportasi `online` ini,” ujar Hanif yang dilansir dari Antara, Jumat (30/3/2018).

Kemenaker melakukan koordinasi intensif lintas kementerian dan lembaga untuk secepatnya mencari formula terbaik dan menguntungkan bagi semua pihak sehingga meminimalisir konflik dan permasalahan.

Baca juga:  RAKERCAB II DPC SPN JAKARTA UTARA

Menaker menjelaskan ada tiga pertimbangan terkait bisnis transportasi yaitu pertama, bisnis transportasi berbasis aplikasi daring adalah bisnis baru dan memberikan kontribusi lapangan pekerjaan di masyarakat sehingga ruang kondusif harus diciptakan.

Pertimbangan kedua adalah dalam pengaturan bisnis transportasi tersebut juga harus melihat kelaziman yang ada di mancanegara. Dari kelaziman pengaturan transportasi berbasis aplikasi daring di tingkat internasional tersebut, akan dicari formulasi yang tepat untuk diterapkan atau untuk mengatur transportasi serupa di Indonesia.

“Jangan sampai aturan itu malah membuat `riweuh` dan membuat iklim bisnis tak bagus, itu yang tidak boleh,” katanya.

Pertimbangan ketiga adalah harus jelas skema hubungan kerja agar ada kepastian bagi kedua pihak dan perhitungan pasti bagi pengemudi transportasi daring.

Baca juga:  MEDIASI II TUTUPNYA PT KAHOINDAH CITRAGARMENT TAMBUN

Namun Menteri Hanif mengakui khusus regulasi transportasi daring jenis sepeda motor tidaklah mudah karena dalam UU transportasi secara eksplisit menyebut sepeda motor bukan masuk kategori sebagai transportasi publik. Belum lagi jika dikaitkan dengan Keselamatan Kesehatan dan Kerja (K3) dan keselamatan berkendara.

“Atas pertimbangan-pertimbangan tersebut, kita akan terus lakukan kajian dan bisa sesegera mungkin diselesaikan sambil melanjutkan kordinasi di tingkat kementerian,” katanya.

Shanto dikutip dari Convesia.com/Editor