Ilustrasi

Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengatakan konflik agraria semakin tinggi di tengah krisis ekonomi yang terjadi akibat Pandemi Covid-19 sepanjang tahun 2020

(SPNEWS) Jakarta, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengatakan konflik agraria semakin tinggi di tengah krisis ekonomi yang terjadi akibat Pandemi Covid-19 sepanjang tahun 2020.

Menurutnya, dalam kondisi seperti ini pemerintah justru malah memanfaatkan peluang untuk membuka keran investasi yang ujungnya merampas tanah masyarakat.

“Meski di tengah resesi ekonomi rakyat, badan-badan usaha swasta dan negara tidak bisa mengendalikan diri, Mereka menjadikan krisis dan pembatasan gerak rakyat sebagai peluang menggusur masyarakat dari tanahnya dari syarat-syarat keberlangsungan hidupnya,” kata Dewi dalam diskusi virtual di Jakarta, (06/01/2021).

Baca juga:  TUNJANGAN PHK APAKAH SUATU KENISCAYAAN ?

Dewi menyebut ekspansi bisnis dan investasi yang gencar dilakukan di tengah pandemi Covid-19 salah satunya adalah sektor perkebunan monokultur dan kehutanan. Menurut dia, perampasan tanah ini menunjukkan reorganisasi ruang-ruang akumulasi kapital baru di tengah krisis.

Dewi melaporkan sepanjang periode April-September 2020 terdapat 138 kasus perampasan tanah di Indonesia. Hal itu terjadi di tengah pertumbuhan ekonomi yang merosot hingga minus 4,4 persen. Angka ini  naik jika dibandingkan periode yang sama Tahun 2019 dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,01 persen, dan jumlah konflik agraria 133 kasus.

Dari data tersebut membuktikan bahwa meski di tengah krisis ekonomi, jumlah kasus konflik agraria justru malah semakin tinggi. Karenanya, Dewi mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam menyelesaikan konflik agraria di Tanah Air.

Baca juga:  UPAH MINIMUM PROVINSI JAWA TENGAH 2022 NAIK HANYA 0.78 PERSEN

SN 09/Editor