Ilustrasi

(SPNEWS) Jakarta, Imbas dilanggarnya kesepakatan perjanjian perekrutan tenaga kerja oleh dua negara, pemerintah Indonesia menghentikan sementara pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Malaysia. Penghentian sementara tersebut dilakukan lantaran pemerintah Malaysia terus-terusan menggunakan rekrutmen secara daring melalui aplikasi yang justru dianggap dan dikaitkan dengan perdagangan manusia(human trafficking) dan kerja paksa.

Duta Besar Republik Indonesia (RI) untuk Malaysia, Hermono menjelaskan penggunaan sistem aplikasi perekrutan tenaga kerja yang dilakukan negeri Jiran merupakan sebuah bentuk pelanggaran. Padahal saat MoU yang ditandatangani kedua negara Indonesia dan Malaysia pada April 2022 lalu, disepakati bahwa penggunaan aplikasi perekturan tenaga kerja tidak dilakukan. Dalam perjanjian disebutkan pula bahwa kedua negara berkomitmen meningkatkan perlindungan pekerja rumah tangga yang dipekerjakan di rumah-rumah warga negara Malaysia.

Hermono melanjutkan, sejumlah perusahaan Malaysia telah mengajukan sekitar 20 ribu aplikasi untuk pekerja, di mana setengahnya untuk pekerjaan di sektor perkebunan dan manufaktur.

“Kedua negara pada April lalu sepakat meningkatkan perlindungan pekerja rumah tangga yang dipekerjakan di rumah tangga Malaysia,” ujar Hermono dalam pernyataannya, (14/7/2022).

Baca juga:  BURUH JAWA TENGAH TOLAK RUU CILAKA

Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri RI, Judha Nugraha mengatakan perwakilan RI di Malaysia mengaku menemukan bukti-bukti bahwa pemerintah Malaysia masih menerapkan aplikasi perekrutan tenaga kerja melalui maid online. Maid online tersebut lanjut Judha justru bisa mengeksploitasi tenaga kerja Indonesia(TKI) yang bekerja di sektor domestik Malaysia.

“Karena mekanisme perekrutan ini ‘mem-by pass’ UU Nomor 18 tahun 2017, mengenai perlindungan pekerja migran,” kata Judha.

Judha bercerita, apabila ada tenaga kerja yang direktur melalui aplikasi maid online justru tidak melewati tahap-tahap yang legal dan sesuai dengan kesepakatan kedua negara pada April 2022 lalu.

Diketahui kesepakatan mengenai perlindungan tenaga kerja migran ditandatangani oleh Kementerian Sumber Daya Manusia Malaysia dan Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia. Kementerian Sumber Manusia Malaysia dengan adanya sikap peemrintah Indonesia langsung merespons dengan menerbitkan surat yang menyampaikan segera membahas isu pekerja migran dengan Kementerian Dalam Negeri Indonesia.

Baca juga:  PERSIAPAN AKSI UNJUK RASA TOLAK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

“Mekanisme SMO ini berada di bawah kewenangan Kementerian Dalam Negeri Malaysia. Kami mengharapkan hasil positif dalam pembahasan tersebut,” pungkas Judha.

Sekadar informasi, Malaysia kini tengah menghadapi kekurangan sekitar 1,2 juta pekerja yang dapat menggagalkan pemulihan ekonominya.

Malaysia bergantung pada jutaan pekerja asing, yang sebagian besar berasal dari Indonesia, Bangladesh, dan Nepal, untuk mengisi pekerjaan pabrik dan perkebunan yang dihindari oleh penduduk setempat. Malaysia mencabut pembekuan perekrutan tenaga kerja akibat pandemi pada Februari. Akan tetapi, negara itu masih belum melihat kembalinya pekerja secara signifikan, di tengah lambatnya persetujuan pemerintah dan pembicaraan yang berlarut-larut dengan negara-negara sumber mengenai perlindungan karyawan.

Beberapa tahun terakhir, berkembang kekhawatiran di negeri Jiran terkait perlakuan terhadap pekerja migran. Tujuh perusahaan Malaysia bahkan telah dilarang oleh Amerika Serikat dalam dua tahun terakhir, atas apa yang digambarkan sebagai kerja paksa.

SN 09/Editor