Jakarta, 22 Juli 2025 — Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) memperkuat komitmen untuk melindungi pekerja migran dan melawan kerja paksa. Dalam International Trade Union Confederation (ITUC) Regional Meeting di Jakarta pada 22–23 Juli 2025, KSPI aktif memperjuangkan tata kelola migrasi yang adil. Oleh karena itu, KSPI menjalin solidaritas dengan serikat pekerja regional.
KSPI mengirim Roni Febrianto (Focal Point Migrant), Rusmiatun (PIC Program), dan Dimas P Wardhana (Wakil Sekjen Bidang Infokom) ke forum ini. Selain itu, berbagai serikat pekerja Asia-Pasifik turut hadir untuk berkolaborasi.
Strategi Organisasi Pekerja Migran
Pada hari pertama, Roni Febrianto memfasilitasi sesi Organising Migrant Workers. Ia menegaskan, “Kami harus mengorganisir pekerja migran untuk melindungi hak mereka secara kolektif.” Dengan demikian, sesi ini membahas strategi penguatan organisasi buruh.
Kolaborasi dan Diskusi Strategis
Forum ini mengkaji tantangan migrasi dan kerja paksa di Asia-Pasifik. Selanjutnya, peserta merumuskan kolaborasi lintas negara untuk tata kelola migrasi berbasis hak asasi manusia. Rusmiatun menambahkan, “Solidaritas regional memperkuat perlawanan terhadap eksploitasi buruh.” Oleh sebab itu, kolaborasi ini menjadi langkah penting.
Sementara itu, Dimas P Wardhana menyoroti peran komunikasi. Ia berkata, “Kampanye berbasis data dan kesaksian lapangan mendorong kebijakan pro-pekerja.” Akibatnya, infokom serikat menjadi alat perjuangan yang efektif.
Rencana Aksi Kolektif
Pada akhirnya, serikat pekerja Asia-Pasifik menyusun rencana aksi bersama. Rencana ini memandu upaya mencapai kerja layak dan bebas kerja paksa. Selain itu, KSPI menyerukan dukungan dari pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat internasional. Mereka harus menjunjung prinsip upah layak, jaminan sosial, serta kebebasan berserikat untuk pekerja migran.
Dengan demikian, KSPI mendorong perlindungan menyeluruh. Tujuannya, pekerja migran terbebas dari eksploitasi dan diskriminasi.