SPN News – Jakarta, Kenaikan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) di DKI Jakarta sebesar 5% menjadi 10% berpotensi mendorong inflasi dan memperburuk ekonomi. Hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan kenaikan harga BBM non subsidi, yang akan berdampak pada kenaikan harga barang dan jasa lainnya.

Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengatakan, kenaikan PBBKB di DKI Jakarta akan menyebabkan kenaikan batas harga atas penjualan BBM non subsidi. Akibatnya, badan usaha niaga akan meningkatkan harga BBM-nya karena margin mereka akan tergerus dengan margin pajak.

“Ini tentunya akan berakibat ke inflasi dan seterusnya,” ujar Tutuka.

Baca juga:  PEMBUKAAN KONGRES VIII SERIKAT PEKERJA NASIONAL

Menurut simulasi yang dilakukan ESDM, kenaikan PBBKB di DKI Jakarta akan menyebabkan harga BBM non subsidi (misal Pertamax) naik sebesar Rp574 per liter. Dengan demikian, harga Pertamax di DKI Jakarta menjadi Rp14.130 per liter.

Kenaikan harga BBM non subsidi tersebut dikhawatirkan akan menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa lainnya. Hal ini karena BBM merupakan salah satu komponen biaya produksi yang penting.

“Jadi ada kenaikan kan yang cukup signifikan untuk masyarakat kalau kita melihat,” ujar Tutuka.

Pemerintah diminta untuk segera mengkaji ulang aturan kenaikan PBBKB di DKI Jakarta. Hal ini untuk menghindari dampak negatif yang lebih luas terhadap perekonomian.

“Kami minta kepada pemerintah daerah untuk mengkaji ulang aturan ini,” ujar Tutuka.

Baca juga:  RESOLUSI SPN UNTUK REFORMASI HUKUM KETENAGAKERJAAN

Kenaikan PBBKB di DKI Jakarta merupakan kebijakan yang merugikan masyarakat. Kebijakan ini berpotensi mendorong inflasi dan memperburuk ekonomi. Pemerintah harus segera mengkaji ulang aturan ini untuk menghindari dampak negatif yang lebih luas.

SN-01/Berbagai Sumber