Kementerian Kesehatan mendesak BPJS Kesehatan untuk menunda pelaksanaan tiga Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan yang baru diterbitkan
(SPN News) Jakarta, Kementerian Kesehatan mendesak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk menunda pelaksanaan tiga Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan yang baru diterbitkan. Peraturan yang diterbitkan tersebut terkait Penjaminan Pelayanan Katarak, Pelayanan Persalinan Dengan Bayi Baru Lahir Sehat, dan Pelayanan Rehabilitasi Medik.
“Pelayanan kesehatan wajib memperhatikan mutu dan keselamatan pasien,” kata Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek dalam siaran pers, (29/7/2018).
Menkes menerangkan bahwa dalam hal ini tidak ada diagnosa bayi lahir sehat atau bayi lahir sakit. Menurutnya bayi yang sehat dalam kandungan belum dapat dipastikan persalinannya normal. Dalam keadaan selanjutnya bisa terdapat komplikasi yang sebelumnya tidak diketahui sehingga memerlukan pemantauan untuk mencegah kematian bayi dan untuk keselamatan ibunya. Kemenkes, BPJS Kesehatan, perhimpunan atau asosiasi perumahsakitan, IDI dan berbagai organisasi profesi kedokteran bersepakat untuk mensukseskan pelaksanaan pelayanan kesehatan di era Jminan Ksehatan Nasional (JKN) dengan menjunjung tinggi mutu dan standar keselamatan pasien di atas segalanya.
Organisasi profesi dan perumahsakitan menyatakan dukungan terhadap seruan penundaan tiga peraturan direktur tersebut. Dukungan terhadap program JKN juga disampaikan organisasi profesi, baik dokter, maupun dokter spesialis, bahkan organisasi perumahsakitan yang menyatakan bersedia dilakukan audit dalam rangka pencegahan Fraud.
“Kemenkes, bersama organisasi profesi dan perumahsakitan terus mendukung pelaksanaan program JKN dengan pelayanan kesehatan yang berfokus pada keselamatan pasien dan indikasi medis,” kata Menkes.
Sementara terkait adanya ketidakseimbangan tentang adanya defisit BPJS Kesehatan akan dibicarakan pada pertemuan revisi Perpres No 12 Tahun 2013 pada pertemuan koordinasi tingkat Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia Prof Ilham Oetama Marsis sebelumnya juga mengapresiasi keputusan Menteri Kesehatan bahwa peraturan BPJS Kesehatan ditunda pelaksanaannya dan akan dikaji kembali dengan melibatkan organisasi profesi (IDI) dan pemangku kepentinhan terkait.
“PB IDI tetap akan mendukung program JKN untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia dengan memberikan pelayanan yang sesuai standar. Dengan situasi saat ini, pemerintah mestinya tidak mengorbankan kepentingan masyarakat, mutu layanan, dan keselamatan pasien, demi terwujudnya masyarakat sehat sesuai visi misi Nawacita,” kata Marsis.
Di lain hal Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) meminta BPJS Kesehatan untuk mencabut tiga peraturan direktur tersebut karena dinilai menyalahi aturan yang ada. Ketua DJSN Sigit Priohutomo menyebutkan Direksi BPJS Kesehatan tidak berwenang menetapkan manfaat JKN yang dapat dijamin. Manfaat JKN diatur dalam Peraturan Presiden yang ditetapkan oleh presiden. Selain itu penyusunan tiga peraturan direktur disebut tidak didahului dengan kajian yang dikonsultasikan pada DJSN dan para pemangku kepentingan. Dia menambahkan penerbitan peraturan direktur tersebut juga dinilai tidak mengikuti tata cara penyusunan peraturan perundang-undangan UU Nomor 12 Tahun 2011.
Shanto dikutip dari Kompas.com/Editor