Untuk mengetahui secara pasti upah minimum yang seharusnya digunakan di perusahaan, maka buruh maupun serikat buruh dapat meminta Disnaker setempat untuk menentukan upah mana yang digunakan, dengan mengacu pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang ada pada Disperindag (Dinas Perindustrian dan Perdagangan). Layangkan surat dengan perihal permohonan penetapan upah sektoral PT (perusahaan) tempat bekerja. Hal ini dilakukan untuk memperoleh kepastian hukum dari pemerintah sehingga buruh memiliki landasan yuridis-konkret dalam menuntut di perusahaan. Jika buruh merasa tidak puas dengan besaran upah, maka dimungkinkan untuk memperjuangkan masuknya jenis usaha tempat buruh bekerja tersebut ke dalam upah kelompok usaha (sektoral) atau menciptakan upah sektoral baru.
Merunut UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan :
Pasal 88
(1) Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
(2) Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh.
(3) Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. upah minimum;
(4) Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
Pasal 89
(1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a dapat terdiri atas:
a. upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota;
b. upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota;
(3) Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota.
(4) Komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.
Permenakertrans no 7 tahun 2013 tentang Upah Minimum
Pasal 1
6. Sektoral adalah kelompok lapangan usaha beserta pembagiannya menurut Klasifikasi Baku Lapangan usaha Indonesia (KBLI).
Pasal 7
(1)Selain UMP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, gubernur dapat menetapkan UMK atas rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi dan rekomendasi bupati/walikota.
(3)Besaran UMK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih besar dari UMP.
Pasal 11
(1)Selain Upah Minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, gubernur dapat menetapkan UMSP dan/atau UMSK atas kesepakatan organisasi perusahaan dengan serikat pekerja/serikat buruh di sektor yang bersangkutan.
(2)UMSP dan/atau UMSK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sejak ditetapkan oleh gubernur.
(3)Besaran UMSP dan/atau UMSK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:
a.UMSP tidak boleh lebih rendah dari UMP;
b.UMSK tidak boleh lebih rendah dari UMK.
Pasal 18
(1)Bagi perusahaan yang mencakup lebih dari satu sektor, Upah Minimum yang berlaku sesuai dengan UMSP atau UMSK.
(2)Dalam hal satu perusahaan mencakup lebih dari satu sektor dan apabila terdapat satu sektor atau lebih belum ada penetapan UMSP dan/atau UMSK, maka upah terendah di perusahaan pada sektor yang bersangkutan, disepakati secara bipartit.
Kalau perusahaan tidak mau berunding, buruh berhak memperlambat pekerjaan atau mogok karena itu dan hak kewajiban sebagai pengurus serikat pekerja/serikat buruh.
Deklarasi Universal Hak Asazi Manusia Pasal 23: ayat (1) Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak bebas memilih pekerjaan, berhak atas syarat – syarat pekerjaan yang adil dan menguntungkan serta berhak atas perlindungan akan pengganguran; ayat (2) Setiap orang tanpa diskriminasi, berhak atas pengupahan yang sama untuk pekerjaan yang sama; ayat (3) Setiap orang yang bekerja berhak atas pengupahan yang adil dan menguntungkan, yang memberikan jaminan kehidupan yang bermartabat baik dirinya sendiri maupun keluarganya, dan jika perlu ditambah dengan perlindungan sosial lainnya; ayat (4) Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat – serikat pekerja untuk melindungi kepentingannya.
Rekomendasi ILO No. 91 (Rekomendasi Tentang Perundingan Bersama) lebih lanjut mendefinisikan berunding bersama sebagai berikut:
(1) Untuk maksud Rekomendasi ini, istilah “berunding bersama” berarti semua persetujuan tertulis mengenai kondisi kerja dan persyaratan bekerja yang dicapai antara seorang pengusaha, sekelompok pengusaha atau satu atau lebih organisasi pengusaha disatu pihak, dan satu atau lebih perwakilan organisasi pekerja, atau, jika tidak ada organisasi macam demikian, perwakilan dari para pekerja yang telah dipilih secara layak dan diberi wewenang sesuai dengan perundangan dan peraturan nasional, dilain pihak.
(2) Tak satu halpun dalam definisi yang ada itu dapat diinterpretasikan sebagai pengakuan dari asosiasi manapun yang didirikan, didominasi atau didanai oleh para pengusaha atau wakilnya.
, berunding bersama itu adalah prosedur melalui mana upah dan kondisi kerja dari para pekerja akan ditentukan melalui persetujuan yang ternegosiasi antara organisasi para pekerja atau wakil terpilihnya dengan para pengusaha.
Pasal 25 UU 21 Tahun 2000
(1) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan
berhak :
a. membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha;
b. mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan
industrial;
c. mewakili pekerja/buruh dalam lembaga ketenagakerjaan;
d. membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan
dengan usaha peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh;
e. melakukan kegiatan lainnya di bidang ketenagakerjaan yang tidak
bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pelaksanaan hak-hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Shanto narasumber bapak Djoko Heriono SH Ketua Bidang Advokasi DPP SP