Ilustrasi Penolakan UU Cipta Kerja

Staf Khusus Presiden bidang Hukum Dini Purwono menegaskan, Sekretariat Negara berhak untuk melakukan pengecekan serta koreksi atas naskah final Undang-Undang Cipta Kerja yang sudah diserahkan DPR

(SPNEWS) Jakarta, Staf Khusus Presiden bidang Hukum Dini Purwono menegaskan, Sekretariat Negara berhak untuk melakukan pengecekan serta koreksi atas naskah final Undang-Undang Cipta Kerja yang sudah diserahkan DPR. Saat ditanya dasar hukumnya, Dini mengacu pada Pasal 5 UU No 12/2011 sebagaimana telah diubah menjadi UU No 15/2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Pasal itu menjelaskan bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan harus berdasarkan beberapa asas, salah satunya adalah asas kejelasan rumusan sebagaimana termuat dalam huruf f.

“Proses cleansing yang dilakukan oleh Setneg adalah dalam rangka memastikan bahwa asas kejelasan rumusan tersebut terpenuhi,” kata Dini saat dihubungi, (23/10/2020).

Menurut dia, dalam proses pengecekan itu, Setneg menemukan satu pasal yang seharusnya tidak ada dalam UU Cipta Kerja, namun masih tercantum dalam naskah. Oleh karena itu Setneg pun berkomunikasi dengan DPR untuk menghapus pasal tersebut.

Pasal yang dihapus adalah ketentuan pengubahan Pasal 46 UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Dalam UU Cipta Kerja setebal 812 halaman yang diserahkan DPR ke Istana, ketentuan itu tertuang pada Pasal 40 angka 7 yang mengubah ketentuan Pasal 46 UU Minyak dan Gas Bumi.

Baca juga:  PEMIMPIN BARU PSP SPN PT BUDI MUARATEX

Dini menyebut pasal tersebut kemudian dihapus sesuai dengan kesepakatan sebelumnya dalam rapat panitia kerja (panja) antara DPR dan pemerintah. Rapat panja itu digelar sebelum rapat paripurna pengesahan UU Cipta Kerja 5 Oktober.

“Intinya pasal 46 tersebut memang seharusnya tidak ada dalam naskah final karena dalam rapat panja memang sudah diputuskan untuk pasal tersebut kembali ke aturan dalam UU existing,” katanya.

Dini mengakui sesudah UU disahkan dalam rapat paripurna, tak boleh lagi ada perubahan substansi. Namun, Dini menegaskan penghapusan pasal itu bukan berarti mengubah substansi dalam UU Cipta Kerja.

“Dalam hal ini penghapusan tersebut sifatnya administratif atau typo, dan justru membuat substansi menjadi sesuai dengan apa yang sudah disetujui dalam rapat panja baleg DPR,” kata dia.

Dini memastikan selain penghapusan pasal tersebut, tak ada pasal lain yang dihapus, direvisi, atau ditambahkan. Perubahan sisanya berupa hal teknis seperti perbaikan salah ketik, perubahan format tulisan, dan perubahan format kertas, sehingga membuat naskah UU itu bertambah menjadi 1187 halaman.

Namun, pakar hukum tata negara Universitas Andalas Feri Amsari menilai Istana telah melanggar aturan dengan menghapus pasal di naskah final UU Cipta Kerja. Feri mengacu pada pasal 72 dalam UU 15/2019.

Baca juga:  TUNTUT PEMBAYARAN UPAH, RATUSAN BURUH PT SENTOSA UTAMA GARMINDO UNJUK RASA

Di sana disebutkan, DPR mempunyai waktu tujuh hari untuk menyerahkan RUU yang telah disetujui bersama ke Presiden. Waktu tujuh hari tersebut adalah untuk mempersiapkan hal teknis penulisan RUU ke lembaran resmi.

Artinya, kata Feri, perbaikan UU setelah pengesahan pada rapat paripurna hanya boleh dilakukan sebatas memperbaiki kesalahan pengetikan.

Namun, ia menyesalkan Istana justru melakukan perubahan substansi berupa penghapusan pasal. Sebelumya, perubahan substansi juga terjadi saat UU itu masih berada di DPR.

“Jadi ini semakin menambah rentetan permasalahan formalitas. UU ini cacat secara formil,” kata Feri.

Feri juga menilai alasan Istana yang melakukan penghapusan pasal itu sesuai kesepakatan rapat panitia kerja tidak masuk akal. Ia juga menegaskan, harusnya semua kesepakatan di tingkat panja itu sudah dimasukkan seluruhnya ke naskah UU Cipta Kerja yang dibawa ke rapat paripurna pengesahan.

Dengan begitu, pasca rapat paripurna, tak ada lagi perubahan substansi dalam naskah yang telah disetujui bersama.

“Ketika DPR menyerahkan draf ke pemerintah, maka dianggap draf itu lah yang disetujui bersama. Ternyata sampai ke Presiden diubah lagi. Nah ini yang tidak benar,” kata dia.

SN 09/Editor