Perempuan Indonesia berjuang ganda sebagai pencari nafkah dan perawat keluarga. Namun, sebagai pencari nafkah masih banyak dijumpai beberapa kelemahan untuk pencapaian kesetaraan perempuan Indonesia.
(SPN News) Jakarta, Setiap 8 Maret telah ditetapkan oleh United Nations sebagai “International Women’s Day “ Latar belakangnya adalah untuk merayakan pencapaian wanita secara internasional dalam bidang politik,ekonomi, sosial maupun budaya. Sayangnya, pencapaian itu belum sepenuhnya tercapai. Peran perempuan dalam keluarga memang unik sekali dan ganda. Sebagai istri harus mengurus semua hal yang berkaitan dengan rumah tangga, baik itu memasak, mengurus dan merawat anak dan mendampingi suami.
Peran lain yang diemban seorang perempuan adalah menghidupi keluarganya. Banyak perempuan yang ikut membantu suami untuk mencari nafkah untuk menambah penghasilan. Sayangnya peran ganda yang telah diemban oleh seorang perempuan itu jarang sekali dihargai atau diakui.
Di luar negeri peran perempuan itu telah mendapat penghargaan setara dengan peran lelaki. Perempuan mendapat posisi yang sama dalam pekerjaan. Perempuan mendapat gaji yang sama dengan lelaki untuk level pekerjaan yang sama. Perempuan yang berperan ganda , mempunyai hak untuk masih bekerja (setengah minggu) dan merawat anaknya (setengah minggu). Perempuan pun mendapatkan penghargaan saat pencapaian dalam suatu prestasi .
Masih banyak perjuangan perempuan Indonesia yang belum bisa tercapai. Dalam hal hukum terkait segala bentuk perundang-undangan yang hubungannya dengan perempuan seperti UU Perkawinan, UU PPLN (Perlindungan dan Penempatan Pekerja Luar Negeri), UU Kesetaraan dan Keadilan Gender, UU Kekerasan Seksual, UU Perlindungan PRT, dan UU Kesejahteraan Sosial dan lain-lain. Dalam hal penghormatan sebagai perempuan, TKI sebagai pahlawan pembawa devisa negara, tetapi pada kenyataannya sangat lemah dalam kehidupannya. Berjuang mencari pekerjaan di negara orang, tetapi selalu menemui calo-calo dan Agency dari rekruitmen yang tidak bertanggung jawab.
Hak sebagai perempuan dimana hak-hak untuk maternity yang tidak nyaman. Ketika seorang pekerja hamil dan melahirkan hanya mendapat cuti hamil 3 bulan (setengah bulan sebelum melahirkan dan lsetengah bulan lagi setelah Melahirkan). Selesai melahirkan, ibu-ibu yang memiliki bayi tak punya kesempatan untuk menyusui di rumah, harus pandai-pandai mengatur waktunya untuk bisa menimang bayinya karena harus bekerja secara full time. Dalam hal pengakuan, banyak polarisasi yang terjadi di masyarakat dan budaya tertentu membuat pengakuan perempuan terhambat di negara Indonesia. Salah satunya polarisasi budaya antara yang konservatif dan progresif.
Konservatif dalam hal yang berhubungan dengan kesetaraan. Perempuan konservatif menganggap bekerja di rumah sudah cukup. Sementara yang progresif, perempuan harus bisa membagi waktu untuk bekerja, berkarya dan bertanggung jawab untuk keluarga.
Hari peringatan ini merupakan momentum bagi semua elemen untuk bersama-sama mewujudkan semua pencapaian bagi perempuan Indonesia. Happy International Women’s Day…..
Dede Hermawan, Jakarta 2/Editor