Gambar Ilustrasi
Permasalahan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dinilai bukan karena iuran yang kurang, tapi akibat masalah kecurangan atau fraud dalam pengelolaannya.
(SPN News) Jakarta, Permasalahan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dinilai bukan karena iuran yang kurang, tapi akibat masalah kecurangan atau fraud dalam pengelolaannya.
“Persoalan utama pelayanan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) pada dasarnya terletak pada buruknya tata kelola, bukan pada besar iuran,” kata Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Dewi Anggraeni, dalam sebuah diskusi daring yang digelar oleh Koalisi Masyarakat Peduli Pelayanan Publik (MP3), (20/5/2020).
“Selesaikan masalah internal BPJS sebagai pengelola JKN. ICW menitikberatkan pada fraud,” lanjutnya.
Berdasarkan hasil riset dan temuan ICW pada 2017, ada 49 dugaan fraud yang terjadi pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan (FKTL). Ia mengatakan kecurangan dilakukan baik oleh peserta JKN, pihak pendukung, serta pihak BPJS.
“Bisa dibilang sampel ini mewakili, ini dihitung dari Sabang sampai Merauke, fraud itu mudah terjadi di tingkatan-tingkatan baik peserta FKTP dan FKTL,” imbuhnya.
Ia pun meminta Pemerintah menghidupkan kembali satuan pengawas internal BPJS Kesehatan.
“Mengevaluasi dan membenahi pengelolaan BPJS Kesehatan, termasuk menelusuri fraud dan mengefektifkan kerja satuan pengawas internal BPJS Kesehatan,” lanjut Dewi.
Perwakilan perkumpulan Prakarsa, Eka Afrina, menyatakan beberapa faktor defisit BPJS Kesehatan di antaranya yakni beban layanan kesehatan yang melebihi sumber pendapatan. Selain itu, kurangnya transparansi laporan data jika dibandingkan dengan BPJS Ketenagakerjaan, serta Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL) yang tidak ditingkatkan di tiap RS.
“Beberapa RS tipe B ketika orang sudah sakit dirawat di RS tipe C itu bukan semakin baik malah makin parah, ini artinya RS juga harus memperbaiki fasilitas,” ungkapnya.
Ia pun menilai Pemerintah tidak bisa menaikkan iuran BPJS jika tidak disertai pemerataan fasilitas kesehatan, ketersediaan tenaga kesehatan, ketercukupan obat yang bagi pasien di beberapa Rumah Sakit (RS).
“Jangan alih-alih menaikkan saja tanpa ada kondisi yang dipersiapkan jauh lebih baik oleh Pemerintah,” imbuhnya.
SN 09/Editor