Sebagai mana yang telah kita ketahui, Menaker telah mengeluarkan dan menetapkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No 5/2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 5/2018 ini membuat 3 peraturan lainnya tidak berlaku lagi yaitu : Peraturan Menteri Perburuhan No 7/1964 tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan, serta Penerangan dalam tempat kerja, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No 13/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja, dan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor SE.01/MEN/1978 tentang Nilai Ambang Batas untuk Iklim Kerja dan Nilai Ambang Batas untuk Kebisingan di Tempat Kerja .

Permenaker nomor 5 tahun 2018 memuat syarat-syarat yang lebih lengkap tentang K3 Lingkungan Kerja untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan selamat. Ada hal-hal baru yang dimuat dalam Permenaker No 5/2018 ini yaitu :

1. Faktor Ergonomi, adalah faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas Tenaga Kerja, disebabkan oleh ketidaksesuaian antara fasilitas kerja yang meliputi cara kerja, posisi kerja, alat kerja, dan beban angkat terhadap tenaga kerja. Faktor ergonomi ini tidak ada dalam 3 peraturan yang dicabut oleh PERMENAKER No 5/2018. Faktor ergonomi dijelaskan lebih lengkap dalam Lampiran Permenaker No 5/2018. Penjelasan tersebut meliputi pengumpulan data antropometri pekerja dan penggunaannya, desain lay out tempat kerja, desain manual handling di tempat kerja, dan penilaian batas beban angkat aman. Lampiran terkait faktor ergonomi ini terbilang lengkap dan detail sehingga sangat membantu kita dalam membuat tempat kerja yang lebih ergonomis.

2. Faktor Psikologi adalah faktor yang mempengaruhi aktivitas Tenaga Kerja, disebabkan oleh hubungan antar personal di Tempat Kerja, peran dan tanggung jawab terhadap pekerjaan. Sama seperti faktor ergonomi, faktor psikologi juga tidak ada dalam 3 peraturan yang dicabut oleh Permenaker No 5/2018 . Pengukuran faktor psikologi di tempat kerja menggunakan metode survey dengan 7 skala. Survey tersebut meliputi tujuan tugas pekerjaan, waktu untuk pertemuan-pertemuan yang tidak penting, tugas kompleks yang dikerjakan dan lain-lain.

3. Standar iklim kerja dingin, tekanan dingin adalah pengeluaran panas akibat pajanan terus menerus terhadap dingin yang mempengaruhi kemampuan tubuh untuk menghasilkan panas sehingga mengakibatkan hipotermia (suhu tubuh di bawah 36 derajat Celsius). Standar iklim kerja dingin ini tidak dimiliki oleh Permenaker No 13/2011. Standar iklim kerja dingin meliputi tabel standar di mana terdapat suhu dingin, kecepatan angin, suhu actual yang dirasakan dan tingkat bahaya. Standar iklim kerja dingin juga menjelaskan tentang istirahat yang harus diambil untuk shift kerja 4 jam.

Baca juga:  MEDIASI I POLEMIK PT KAHOINDAH CITRAGARMENT TAMBUN

4. K3 Lingkungan Kerja, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Lingkungan Kerja adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan Tenaga Kerja melalui pengendalian Lingkungan Kerja dan penerapan Higiene Sanitasi di Tempat Kerja. Istilah K3 lingkungan kerja ini sudah dipakai sebagai salah satu bidang regulasi K3 bersama dengan bidang regulasi K3 yang lain seperti Pesawat Uap dan Bejana Tekan, Penanggulangan Kebakaran, Mekanik, Konstruksi, Kesehatan Kerja, Kelembagaan K3. Namun, untuk definisi dan pengaturan detailnya baru ada di Permenaker No 5/2018 ini.

5. Ahli Higiene Industri, adalah seseorang yang mempunyai kompetensi yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap di bidang Higiene Industri yang mempunyai kualifikasi Ahli Muda Higiene Industri (HIMU), Ahli Madya Higiene Industri (HIMA), dan Ahli Utama Higiene Industri (HIU). Ahli higiene industri ini belum diatur dalam 3 regulasi yang dicabut oleh Permenaker No 5/2018. Kompetensi Ahli Higiene Industri ini diwajibkan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh lisensi K3 Ahli K3 Lingkungan Kerja. Dalam Permenaker nomor 5 tahun 2018, pengukuran dan pengendalian Lingkungan Kerja harus dilakukan oleh Personil K3 bidang Lingkungan Kerja.

6. Metoda uji, dalam 3 regulasi K3 yang dicabut oleh Permenaker No 5/2018, tidak diatur dengan metoda uji apa parameter-parameter yang diwajibkan untuk diukur. Permenaker No 5/2018 mewajibkan pengukuran dengan metoda uji yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6. Dalam hal metoda uji belum ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia, pengukuran dapat dilakukan dengan metoda uji lainnya sesuai dengan standar yang divalidasi oleh lembaga yang berwenang.

7. Penerapan higiene dan sanitasi, Permenaker No 5/2018 menggantikan Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 7 tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan serta Penerangan di tempat Kerja karena memang Permenaker 5 tahun 2018 juga mencakup Penerapan Higiene dan Sanitasi di tempat kerja. Higiene adalah usaha kesehatan preventif yang menitikberatkan kegiatannya kepada usaha kesehatan individu maupun usaha pribadi hidup manusia. Sanitasi adalah usaha kesehatan preventif yang menitikberatkan kegiatan kepada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Beberapa hal yang baru dalam Permenaker 5 tahun 2018 terkait dengan higiene dan sanitasi bangunan antara lain adalah kewajiban untuk melakukan pengecatan ulang dinding dan langit-langit paling sedikit 5 tahun sekali, jumlah jamban yang bertambah 1 setiap kelipatan 40, jumlah dan persyaratan jamban untuk area konstruksi atau tempat kerja sementara. Selain itu juga terdapat persyaratan untuk pembuangan sampah termasuk pembalut.

Baca juga:  PAP SMEAR PSP SPN PT PWI 1 SERANG BERSAMA YANKASI

8. Pemeriksaan dan Pengujian K3, perikasaan ketenagakerjaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pengawas Ketenagakerjaan untuk memastikan ditaatinya pelaksanaan peraturan perundangan ketenagakerjaan di Perusahaan atau Tempat Kerja. Pengujian Ketenagakerjaan adalah kegiatan penilaian terhadap objek Pengawasan, Ketenagakerjaan melalui perhitungan, analisis, pengukuran dan/atau pengetesan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan atau standar yang berlaku. Pemeriksaan dan Pengujian K3 bisa dilakukan secara internal atau melibatkan lembaga eksternal. Secara internal, pemeriksaan dan pengujian K3 harus dilakukan oleh Personil K3 bidang Lingkungan Kerja. Secara eksternal, bisa dilakukan oleh UPTP Ketenagakerjaan, Direktorat Bina K3 beserta UPT Bidang K3, UPTD bidang pelayanan Pengujian K3 atau lembaga lain yang terakreditasi dan ditunjuk Menteri.

9. Pelaporan pemeriksaan dan pengujian, apabila pelaporan pemeriksaan dan pengujian dilakukan oleh lembaga eksternal, maka hasil pemeriksaan dan pengujian wajib disampaikan kepada Unit Pengawasan Ketenagakerjaan. Pelaporan pemeriksaan dan pengujian tersebut harus menggunakan template yang tersedia pada Permenaker No 5/2018 dan juga didistribusikan kepada perusahaan.

10. Stiker tidak memenuhi persyaratan K3, apabila area kerja yang telah dilakukan pemeriksaan dan pengujian tidak memenuhi persyaratan K3, maka stiker peringatan dari Kementerian Tenaga Kerja yang dibubuhi stempel akan diberikan kepada area kerja.

Shanto dikutip dari berbagai sumber/Editor