Ilustrasi Pekerja

(SPNEWS) Jakarta, Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang wajib mencantumkan syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh, oleh karena itu penting bagi pekerja/buruh untuk mengetahui dan paham akan hak-hak sebagai pekerja/buruh. Adapun hak-hak tenaga kerja menurut UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang telah diubah dengan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yaitu sebagai berikut:

 

Sesuai dengan Pasal 5 yaitu setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan dan Pasal 6 yaitu Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.

 

Pada Pasal 11 tertulis bahwa setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja.

 

Pada Pasal 31 tertulis bahwa setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri.

 

Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja. Waktu kerja meliputi:

  1. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
  2. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu. Ketentuan lebih lanjut mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu diatur pada PP No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja

 

Pengusaha wajib memberi: (a) waktu istirahat dan wajib diberikan kepada pekerja/buruh paling sedikit meliputi:

  1. istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; dan
  2. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Ketentuan waktu istirahat pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu diatur lebih lanjut pada PP No 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja

dan (b) Cuti yang wajib diberikan kepada pekerja/buruh, yaitu:

Baca juga:  UMK KOTA SEMARANG 2018 DALAM PERTARUHAN

  1. cuti tahunan, paling sedikit 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.
  2. Cuti sakit, cuti dapat diberikan apabila pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan.
  3. Cuti haid, Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.
  4. Cuti bersalin, Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
  5. Cuti keguguran, Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
  6. Cuti alasan penting, Pekerja/buruh yang tidak masuk bekerja dengan alasan sebagai berikut: (a) Pekerja/buruh menikah; (b) Menikahkan anaknya; (c) Mengkhitankan anaknya; (d) Membaptiskan anaknya; (e)Isteri melahirkan atau keguguran kandungan; (f) Suami/isteri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia; dan (g) Anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia

 

Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/ buruh untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya

 

Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :

  1. keselamatan dan kesehatan kerja;
  2. moral dan kesusilaan; dan
  3. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.

 

Setiap pekerja/buruh berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan berhak memperoleh upah yang sama untuk pekerjaan yang sama nilainya, oleh karena itu Pengusaha wajib membayar upah kepada pekerja/buruh sesuai dengan kesepakatan yang berdasarkan pada PP No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan

 

Sesuai dengan Pasal 99 yaitu setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja. Oleh karena itu merujuk pada UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial pada Pasal 15 tertulis bahwa Pemberi Kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti. Selain itu untuk meningkatkan kesejahteraan bagi pekerja/buruh dan keluarganya, pengusaha wajib menyediakan fasilitas kesejahteraan serta membentuk koperasi pekerja/buruh dan usaha-usaha produktif di perusahaan.

 

Sesuai dengan Pasal 104 yaitu setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.

Baca juga:  UANG PESANGON APAKAH BOLEH DICICIL?

Hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh yaitu melakukan mogok kerja secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan. Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat. 

Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

Selain dari hak-hak pekerja di atas, terdapat beberapa hak bagi para pekerja perempuan, adapun Hak khusus bagi perempuan yaitu:

  1. Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid. (Pasal 81)
  2. Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. (Pasal 82)
  3. Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
  4. Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja. (Pasal 83)

Untuk mendapatkan hak-hak pekerja, tentu saja seorang pekerja harus memenuhi kewajiban seorang pekerja terlebih dahulu, Kewajiban bagi pekerja/buruh diatur pada KUHPerdata, yaitu:

  1. Buruh wajib melakukan pekerjaan yang diperjanjikan menurut kemampuannya dengan sebaik-baiknya. Jika sifat dan luasnya pekerjaan yang harus dilakukan tidak dirumuskan dalam perjanjian atau reglemen, maka hal itu ditentukan oleh kebiasaan. (Pasal 1603)
  2. Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya, hanya dengan izin majikan ia dapat menyuruh orang lain menggantikannya. (Pasal 1603a)
  3. Buruh wajib menaati aturan-aturan pelaksana pekerjaan dan aturan-aturan yang dimaksudkan untuk perbaikan tata tertib perusahaan majikan yang diberikan oleh atau atas nama majikan dalam batas-batas aturan perundang-undangan, perjanjian atau reglemen, atau jika ini tidak ada, dalam batas-batas kebiasaan. (Pasal 1603b)
  4. Pada umumnya buruh wajib melakukan atau tidak melakukan segala sesuatu yang dalam keadaan yang sama seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan oleh seorang buruh yang baik. (Pasal 1603d)

SN 17/Editor