Ilustrasi
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyatakan bahwa gubernur tidak bisa merubah kebijakan Upah Minimum Kota/Kabupaten
(SPNEWS) Bandung, Gubernur Jabar Ridwan Kamil bertemu dengan perwakilan serikat buruh di Gedung Sate, Kota Bandung, (23/11/2021). Gubernur menerima masukan dari para buruh mengenai penetapan upah minimum, sekaligus memberikan solusi kepada para buruh untuk menetapkan skala upah bagi pekerja yang sudah bekerja lebih dari satu tahun di sebuah perusahaan.
Gubernur yang akrab disapa Kang Emil ini mengatakan mengenai penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) tahun 2022, ia tidak bisa berbuat banyak. UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, katanya, membuat posisi kepala daerah dari mulai bupati dan walikota serta gubernur tidak bisa menetapkan UMK selain melalui cara yang ditentukan pemerintah pusat.
“Saya sampaikan bahwa di undang-undang Omnibus Law ini, kepala daerah, bupati, gubernur di luar DKI, itu tidak punya kewenangan untuk mengubah UMK, kira-kira begitu,” kata Kang Emil di Gedung Sate (23/12/2021).
Rumusnya UMK, katanya, ditentukan dari pemerintah pusat. Mendagri bahkan menegaskan pemerintah daerah tidak boleh melakukan upaya berbeda dari keputusan pusat tersebut karena pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan dalam hal ini.
“Sehingga salah satu usulan saya kalau memang tidak ada kewenangannya, ya sudah tahun depan tidak perlu ada usulan UMK dari bawah. Tetapkan saja oleh pemerintah pusat kan,” katanya.
Ia menegaskan tugas gubernur hanya menetapkan UMK, tidak bisa mengkoreksi UMK yang sesuai dengan aturan pemerintah pusat.
“Kalau kata bupatinya A, ya kita ketok palu A. Jadi lebih kayak tukang pos gubernur itu kalau dalam posisi omnibus law sekarang, hanya stempel saja,” tuturnya.
UU Cipta Kerja, katanya, masih berlaku walaupun sempat diproses di Mahkamah Konstitusi. Kecuali kalau tidak direvisi setelah dua tahun, UU tersebut dianggap batal.
Dalam kesempatan tersebut, ia mengatakan kepada para buruh bahwa UMK hanya berlaku bagi pekerja yang bekerja di bawah satu tahun. Sedangkan yang sudah bekerja lebih dari satu tahun upahnya ditentukan melalui perhitungan skala upah.
Ia mengatakan dalam hal skala upah inilah kesempatan Pemprov Jabar mengatur upah pekerja karena belum diatur pemerintah pusat seperti UMK dalam UU Cipta Kerja. Apalagi jumlah pekerja yang sudah bekerja di atas satu tahun jumlahnya jauh lebih banyak daripada yang baru bekerja di bawah setahun.
“Sehingga saya menawarkan mendingan kita obrolin 90 persen buruh itu fokusnya di cara menghitung upah setelah satu tahun itu kan. Sehingga mayoritasnya akan mendapatkan keadilan yang lebih baik ketimbang sekarang memaksa kita yang kita tidak punya kewenangan,” katanya.
Ia mengatakan sudah mendapat penyataan dari Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) yang menyatakan akan mengusahakan penentuan skala upah kepada pekerja yang sudah bekerja di atas satu tahun. Kang Emil akan mendesak dan menagih komitmen Apindo tersebut dalam merealisasikannya.
Ketua DPD Serikat Pekerja Nasional Jabar Dadan Sudiana mengatakan menyambut baik usulan gubernur untuk menentukan skala upah di perusahaan-perusahaan di Jabar. Di sisi lain, ia tetap meminta Gubernur merevisi UMK se-Jabar yang sudah ditentukan bulan lalu.
“Ada tawaran tadi dari Pak Gubernur tentang akan merumuskan skala upah. Kenapa baru sekarang ya mau dibikinnya. Kami menyambut baik, tapi tetap intinya bahwa setiap UMK ini harus direvisi seperti halnya dilakukan oleh Jawa Timur dan DKI,” katanya.
Ia mengatakan tetap mendesak gubernur untuk merevisi UMK karena masih banyak perusahaan yang menjadikan UMK menjadi dasar pengupahan. Ia mendesak supaya UMK yang tidak naik pada 2022 untuk segera dinaikkan supaya tidak ada kecemburuan sosial.
SN 09/Editor