Pengurangan jam kerja tengah menjadi tren di beberapa negara Eropa, termasuk Jepang karena dapat menimbulkan beberapa hal positif salah satunya meningkatnya produktivitas

(SPN News) Jakarta, Angka bunuh diri di Jepang sangatlah tinggi. Bahkan jumlahnya menjadi yang tertinggi di dunia dengan angka melebihi 20.000 jiwa tiap tahunnya. Bunuh diri ini dipicu oleh stres akibat terlalu lama bekerja hingga lembur. Pemerintah Negeri Matahari Terbit ini padahal sudah menambah jumlah hari libur nasional menjadi 18,5 hari tiap tahunnya. Tapi nyatanya rata-rata karyawan perusahaan hanya mengambil libur sembilan hari dalam setahun.

Menurut data yang dilansir Huffingtonpost, empat dari 10 orang Amerika bekerja lebih dari 50 jam seminggu dan dua dari 10 mengatakan bekerja lebih dari 60 jam seminggu. Itu belum dihitung ketika mereka melakukan pekerjaan di rumah seperti membalas email dari bos atau menghubungi klien lewat media sosial. Padahal jam kerja yang panjang bukan sebuah tolak ukur produktivitas kerja yang baik.

Hal ini tercermin dari tren yang sekarang berkembang di sejumlah negara-negara Eropa, seperti Jerman dan Swedia yang mulai menerapkan pengurangan jam kerja dari 8 jam menjadi 6 jam sehari. Meski begitu dalam rilisan Majalah TIME pada bulan Januari 2017, Jerman masuk dalam 10 besar negara yang paling produktif di dunia. Sementara Swedia empat tingkat di bawahnya. Jepang juga belum lama ini merencanakan untuk mengurangi jam kerja karyawan. Program itu diikuti dengan pemotongan gaji sesuai dengan potongan jam kerja.

Baca juga:  RKUHP AKAN DISAHKAN, MASYARAKAT SULIT MENGAKSES DRAFT RKUHP

Lalu kenapa pengurangan jam kerja bisa meningkatkan produktivitas?

1. Masalah kesehatan.
Bekerja terlalu banyak menyebabkan penurunan kesehatan tubuh para pegawai. Ketika kerja lembur akan menyebabkan kurang tidur, pola makan tidak teratur dan jarang melakukan olahraga. Ini memberi efek negatif pada tubuh hingga menimbulkan stres. Ketika sudah terjadi penurunan kesehatan, maka akan berdampak pada banyaknya karyawan yang absen karena sakit. Bahkan hingga berhenti bekerja.

2. Fokus kerja.
Bekerja pada kondisi lelah akan mengurangi fokus dan cenderung menimbulkan kesalahan dalam bekerja. Orang akan membuat banyak kesalahan pada pekerjaannya jika ia bekerja lebih dari enam jam. Dilansir dari Salon.com, perusahaan mobil Ford pada tahun 1914 membuat kebijakan radikal dengan menggandakan upah dan memotong jam kerja dari sembilan menjadi delapan jam sehari. Hal itu dibuat untuk mengurangi kecelakaan kerja pada karyawannya. Hingga tahun 2015, Swedia memperkenalkan kebijakan sistem kerja enam jam. Kebijakan ini berlaku untuk semua lini pekerja di Swedia. Hal tersebut dianggap berhasil karena menurut businessinsider, tingkat stres karyawan dan tuntutan karyawan terhadap perusahaan berkurang.

Baca juga:  UPAH MINIMUM PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2023

3. Efisiensi waktu.
Jika diberi waktu delapan jam untuk bekerja tetapi pekerjaan itu bisa diselesaikan hanya dengan dua jam saja, orang cenderung akan menunda dengan menyelesaikan pekerjaan itu sampai ke waktu maksimal yaitu delapan jam.

Bukankah tidak efisien? Menurut penelitian yang dikutip dari Huffingtonpost, jika pekerja bisa menyelesaikan lebih cepat dan bisa pulang lebih cepat, maka pekerja akan bisa memaksimalkan waktu untuk yang lain. Beraktivitas di luar kantor, menghabiskan waktu untuk keluarga atau sekadar istirahat di rumah. Pekerja akan cenderung melakukan banyak kesalahan jika mereka terlalu banyak lembur. Kehilangan fokus yang menyebabkan kecelakaan kerja dan kurangnya istirahat karena waktu lebih banyak dihabiskan di kantor adalah contohnya.

Shanto dikutip dari berbagai sumber/Editor