Pemerintah diminta untuk berperan secara aktif untuk mendorong laju ekspor
(SPN News) Jakarta, Asosiasi Pertekstilan Indonesia meminta peran aktif pemerintah untuk mendorong laju ekspor agar mampu meningkatkan ekspor ke sejumlah negara potensial, setelah mengalami penurunan pada Februari 2018.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan sejumlah faktor menyebabkan penurunan ekspor yang terjadi di beberapa negara terkait hambatan dagang. Adapun dia mencontohkan seperti penetapan bea masuk yang dilakukan oleh Uni Eropa serta Amerika Serikat untuk tekstil sejak beberapa tahun terakhir antar 11%-17%. Padahal negara itu menjadi salah satu pasar terbesar ekspor.
Kondisi ini mengakibatkan permintaan produk tersebut setiap tahun semakin menurun. Belum lagi dengan Vietnam dan Bangladesh beberapa waktu lalu telah menyepakati perdagangan bebas dengan dua kawasan tersebut. Kedua negara saat ini tidak lagi diwajibkan membayar bea masuk setelah menjalin kerjasama. Hal ini membuat pasar Indonesia semakin tertinggal.
“Selain itu hadirnya India yang ikut menggarap sektor ini membuat pesaing di pasar internasional semakin ramai,” kata Ade, Kamis (15/3/2018).
Menurut Ade, ekspor Amerika dan Eropa masing-masing mencapai US$4 miliar dan US$1 miliar pada 2017. Angka ini kata dia berada di bawah 50% untuk total ekspor. Meski begitu tumpuan tersebut harus dialihkan kepada sejumlah negara potensial lain. Pasalnya sejumlah negara seperti Korea Selatan dan Jepang menunjukkan progres yang cukup baik dengan pertumbuhan 6% di 2017. Meski nilainya perdagangan masih di bawah dua pasar tradisional itu, Jepang dan Korea tetap diyakini sebagai potensi bagus setelah RI memiliki perjanjian perdagangan bebas.
Adapun sejumlah langkah yang harus dilakukan pemerintah untuk meningkatkan ekspor ialah dengan menyelesaikan perundingan Indonesia European Union – Comprehensive Economic Partnership Agreement yang sudah berjalan sekitar tiga tahun. Perundingan dengan Uni Eropa diharapkan dapat membuat bea masuk berkurang atau bahkan ditiadakan. Meski dinilai terlambat, perundingan ini diyakini bakal mendongkrak ekspor produk TPT.
“Kemudian untuk gelaran pameran harus berdasarkan permintaan pengusaha jangan berdasarkan keinginan pemerintah. Karena eksportir yang lebih mengetahui mana pasar-pasar yang potensial,” kata Ade.
Ade tidak mau memasang target pertumbuhan ekspor pada 2018. Jika tidak ada upaya pro aktif pemerintah, dipercaya ekspor RI untuk produk pakaian jadi makin merosot. Sementara pertumbuhan ekspor produk tekstil 2017 naik 6%sekitar 12,5 miliar dan tumbuh dibanding 2016 sebesar US$11,8 miliar.
Shanto dikutip dari Bisnis.com/Editor