Ilustrasi PHK

(SPNEWS) Jakarta, Industri alas kaki dan tekstil dan produk tekstil (TPT) menjadi bagian dari industri manufaktur yang terdampak kelesuan permintaan akibat pandemi ataupun akibat melemahnya perekonomian global. Sejak pandemi hingga kini, dari kedua subsektor industri manufaktur ini, pabrik-pabrik mulai gulung tikar, satu demi satu karyawan dirumahkan.

Berikut ini beberapa pabrik alas kaki dan TPT yang tercatat merumahkan ribuan karyawannya:

PT Panarub Industry Produsen sepatu Adidas, PT Panarub Industry yang berlokasi di Pasar Kemis Tangerang ini sempat menjadi perbincangan hangat dalam beberapa hari terakhir, lantaran dituding melakukan eksploitasi, diskriminasi hingga pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak oleh Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI).

Saat dikonfirmasi, Direktur Utama Panarub Budiarto Tjandra menampik kabar tersebut. Namun, dalam catatan Bisnis Budiarto mengakui pihaknya telah melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK dengan 1.200 karyawannya sepanjang 2022.

“Karena penurunan order yang mana disebabkan oleh situasi global, maka PT Panarub harus mengurangi karyawan,” ungkap Direktur PT Panarub Industry Budiarto Tjandra (16/1/2023).

Budiarto menjelaskan jika perusahaan yang digawanginya itu memiliki 8.600 pekerja sebelum badai pemutusan hubungan kerja (PHK) mendera mulai November 2022 lalu. Sejak November 2022, jumlah pekerja Panarub terus berkurang hingga menyisakan 7.400 karyawan pada Januari 2023 lalu.

Budiarto menuturkan, pihaknya berencana memangkas jumlah karyawan hingga menyisakan sebanyak 6.600 karyawan. Sejak November 2022, jumlah pekerja Panarub terus berkurang hingga menyisakan 7.400 karyawan pada Januari 2023 lalu.

PT Victory Chingluh Indonesia Tetangga Panarub, produsen sepatu yang juga berlokasi di Tangerang, Banten yaitu PT Victory Chingluh Indonesia mengaku memangkas sebanyak 5.000 pekerjanya pada saat pandemi Covid-19 mendera.

Namun, Strategy & Communication Ching Luh Group Indonesia Dinar yang terjadi bukanlah PHK, melainkan memutus kontrak para pekerja yang masih dalam masa percobaan (probation). Terkait PHK yang dialami ribuan pekerjanya, Dinar mengungkapkan hal itu terjadi pada 2020 sebagai imbas pandemi.

“Untuk tahun 2022, kami tidak ada PHK jumlah 5.000 karyawan tersebut. Adapun jumlah PHK untuk jumlah 5.000 karyawan itu, terjadi pada 2020,” kata Dinar (13/1/2023).

Menurut Dinar, PHK yang dilakukan oleh produsen sepatu merek Nike dan Reebok pada 2020 adalah upaya untuk mempertahankan perusahaan yang terguncang akibat pandemi Covid-19.

“Kan semua perusahaan kan juga terdampak ya, karena terdampak, nah karena terdampak pandemi di tahun 2020 itu memang ada PHK untuk karyawan kita, yang jumlahnya hampir 5.000, tapi untuk 2022 tidak ada [PHK karyawan],” tambah Dinar.

Baca juga:  UPAH PADAT KARYA ADALAH ILEGAL

Selain Panarub dan Chingluh, produsen alas kaki PT Nikomas juga turut memangkas pekerjanya akibat melemahnya kondisi perekonomian di negara tujuan ekspor, utamanya Amerika Serikat dan Eropa. Untuk mempertahankan usahanya, pabrik sudah beroperasi selama 31 tahun sejak tahun 1992 tersebut kemudian melakukan penawaran pengunduran diri pada 1.600 karyawannya.

“[PT Nikomas] mereferensikan diri secara sukarela dengan ada pembayaran paket. Ya namanya rela kalau ada yang tidak mau ya gak papa kan,” ungkap Anggota Dewan Pembina Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Anton Joeneos Supit (11/1/2023).

Anton menyebutkan, pemangkasan jumlah pekerja ini tidak hanya dilakukan oleh Nikomas. Lantaran menurutnya, pabrik alas kaki yang mengandalkan permintaan ekspor ini terbilang sehat dengan karyawannya berjumlah lebih dari 100.000 orang.

Meskipun demikian, Anton tidak mengetahui secara pasti kapan perusahaan yang beralamat di Cikande, Serang ini mulai melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sukarela terhadap 1.600 karyawannya.

“Saya kira mungkin karena di akhir 2022, jadi bisa realisasi di 2023, saya tidak tahu kapan mereka ini [melakukan penawaran merebahkan diri pada karyawan]-nya,” katanya.

PT Tuntex Garment Indonesia Setelah industri alas kaki yang mendapatkan kabar kurang baik dengan bergulingnya beberapa pabrik produsen alas kaki di Indonesia, kini giliran industri TPT yang terimbas ketidakstabilan perekonomian global.

Jelang Hari Raya Idulfitri 1444 H, tepatnya awal April tahun ini, PT Tuntex Garment Indonesia, terpaksa merumahkan 1.163 pekerjanya lantaran tidak sanggup membayar upah. Hal ini menambah panjang catatan pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri TPT. Lantaran sejak pertengahan tahun 2022 lalu, industri TPT dikabarkan mengalami penurunan order dari luar negeri yang kemudian berimbas pada pemangkasan karyawan di sejumlah garmen.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serta dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta menyebutkan sebanyak 1.163 pekerja tersebut dirumahkan pada awal April lalu. “Di awal April kemarin adalah PT Tuntex Garment yang bangkrut dan mem-PHK sekitar 1.163 karyawannya,” kata Redma (18/4/2023).

Lebih lanjut Redma menjelaskan penyebab tutupnya pabrik yang memproduksi produk tekstil dengan merek Puma dan berorientasi ekspor ini lantaran banyaknya pemesanan yang dibatalkan.

Dalam catatan pada (16/11/2023), jumlah pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja atau PHK pada sektor industri tekstil khususnya garmen terus mengalami peningkatan. Tercatat terjadi penambahan PHK sebanyak 15.316 orang selama periode Oktober – November 2022.

Mengutip data Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), total tenaga kerja pabrik garmen yang yang kehilangan pekerjaan sampai dengan awal November 2022 mencapai 79.316 orang dari 111 perusahaan.

Baca juga:  PT HRI SIAP PEKERJAKAN GIRI TETAPI ADA SYARATNYA

Tidak hanya di hilir sektor tekstil, perusahaan sektor hulu juga terkena imbas kelesuan permintaan dan harus menutup sementara basis produksinya, yaitu PT Polychem Indonesia Tbk yang memproduksi polyester. Pabrik yang didirikan sejak tahun 1978 ini memproduksi polyester sejak tahun 1980 lalu berekspansi dengan mengembangkan bahan kimia seperti Nylon dan Glycol Ethylene pada tahun 1993.

Pada Maret 2022 lalu, anak usaha Pt Gajah Tunggal Tbk ini mengumumkan pemberhentian sementara operasional pabrik Polyester yang berada di Karawang, Jawa Barat. Wakil Presiden Direktur Polychem Johan Setiawan menuturkan penghentian sementara pabrik Polyster di Karawang Jawa Barat lantaran divisi ini selalu menimbulkan kerugian dibandingkan dengan Divisi Kimia.

Hal ini merupakan dampak dari pandemi Covid-19 yang dilanjutkan dengan melesunya permintaan imbas dari perang Rusia-Ukraina. Terlebih, perang kedua negara ini juga menyebabkan melonjaknya harga minyak mentah dunia yang berimbas pada naiknya harga bahan baku di tengah kelesuan permintaan.
“Manajemen perseroan memutuskan untuk menghentikan sementara operasional pabrik polyester di Karawang akibat dampak pandemi Covid-19 yang berkelanjutan,” tulis Johan dalam keterbukaan informasi di laman Bursa Efek Indonesia (BEI) yang juga diunggah di laman resminya dikutip pada Senin (15/5/2023).

Meskipun menutup operasional pabrik, namun Johan memastikan pihaknya telah menunaikan kewajiban perseroan kepada seluruh karyawan yang terdampak.

“Namun penghentian sementara ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi perseroan sehingga akan memberi dampak positif terhadap kondisi keuangan perseroan dikarenakan divisi polyester selalu merugi,” pungkas Johan.

PT Dean Shoes Pabrik sepatu di Karawang, Jawa Barat ini juga dikabarkan melakukan pemangkasan jumlah karyawannya. Bahkan Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri menyebutkan bahwa pabrik ini sudah berhenti beroperasi secara keseluruhan dikarenakan melesunya order dari luar negeri.

Terlebih, pada tahun ini, pemerintah melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 18/2022 menaikan upah minimum kota/kabupaten (UMK). Dengan demikian, menurutnya Dean Shoes terpaksa memindahkan basis produksinya ke kota yang memiliki UMK di bawah Karawang. Lantaran porsi upah pekerja di industri padat karya dapat menempati 15 hingga 25 persen dari ongkos produksi. Belum diketahui jumlah pasti karyawan yang dirumahkan, namun Firman memperkirakan jumlahnya mencapai 3.000 pekerja. Dikarenakan Dean Shoes sejak tahun 2020 lalu tercatat memiliki pegawai sejumlah demikian dan semuanya telah dipangkas habis.

SN 09/Editor