​UMK di wilayah provinsi Banten tinggal menunggu pengesahan Gubernur.

(SPN News) Tangerang, keluarnya komendasi besaran UMK tahun 2018 yang diserahkan Bupati/Walikota ke Gubernur Provinsi Banten, pada 13 November 2017  dibahas oleh Depeprov Banten di Aula kantor Disnakertrans Provinsi Banten untuk segera sepakati.

“Jadi ada dua usulan yang disampaikan kepada Gubernur, berita acaranya satu, ada dua point yang diajukan oleh Depeprov, dari unsur SP/ SB mengusulkan agar rekomendasi dari Bupati/Walikota itu ditetapkan sebagai Upah Minimum Kabupaten/Kota”, ungkap Kadisnaker Provinsi Banten, Al Hamidi dikonfirmasi di ruang kerjanya usai rapat Depeprov.

Enam Kabupaten/Kota di Provinsi Banten yang mengusulkan UMK 2018 sesuai rekomendasi Bupati/Walikota diantaranya, Kota dan Kabupaten Tangerang sebesar Rp 3.600.000,-, Kota Cilegon sebesar Rp. 3.644.094,-, Kabupaten Serang sebesar Rp 3.542.173,-, Kabupaten Pandeglang Rp 2.353.549, Kabupaten Lebak sebesar Rp 2.313.050,-.
Dan untuk Kota Serang diusulkan 2 rekomendasi UMK, unsur SP/ SB sebesar Rp. 3.454.443 dan dari unsur Apindo, Pemerintah serta Akademisi sebesar Rp 3.116.275. Sama hal dengan Kota Tangerang Selatan, unsur SP sebesar Rp 3.642.514,- dan unsur Pemerintah, Apindo dan Akademisi mengusulkan angka Rp 3.555.835,-.

Sedangkan dari unsur Pemerintah, Perguruan Tinggi atau Akademisi dan Apindo, menghendaki UMK 2018 sesuai dengan PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan dalam berita acara rapat Depeprov kali ini.

Baca juga:  KOORDINASI AKHIR PANITIA KONGRES

Menurutnya, setelah selesai dibuatkan nota Dinas, berita acara tersebut akan langsung disampaikan ke Gubernur Banten dan  paling lambat tanggal 20 November nanti, UMK 2018 di Provinsi Banten harus sudah ditetapkan oleh Gubernur dan telah diumumkan secara serentak.

“kita harus bergerak cepat, karena akan dikaji dulu di Biro Hukum, bagaimana rekomendasi ini, jadi Gubernur menetapkan upah  berdasarkan rekomendasi Bupati/ Walikota dan rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi tinggal mana yang akan dipilih oleh Gubernur”, terang Al Hamidi menjelaskan.
Lanjutnya, karena kewenangan menetapkan upah ada di tangan Gubernur, mau tidak mau harus menerima keputusan dan harus tunduk pada peraturan Gubernur terkait SK Upah Minimum Kabupaten/ Kota tahun 2018.

Hamidi menegaskan, karena UMK hanya diberlakukan untuk pekerja lajang dengan masa kerja dibawah satu tahun. Maka untuk pekerja yang mempunyai masa kerja lebih dari satu tahun, Perusahaan diwajibkan sudah membuat struktur skala upah, tentunya dengan memperhatikan masa kerja, pendidikan, keahlian dan sebagainya.

“itu akan membedakan mereka, jadi tidak sama tentunya upah mereka itu, upah itu tidak sama yang nol tahun dengan 10 tahun itu berbeda, nah apalagi dengan dikeluarkannya permenaker 1 2017 tentang struktur skala upah, semua perusahaan harus mentaati peraturan itu” jelas Kadisnaker mengatakan.

Baca juga:  MASIH ADA 1.000 ORANG PEKERJA DI RUMAHKAN DI MAJALENGKA KARENA DAMPAK COVID-19

Kepada awak media, Kadisnaker juga menyampaikan terkait survey yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan, dalam penetapan upah minimum sesuai PP No 78/2015 sudah tidak ada lagi survey, “jadi disebutnya dulu survey KHL, sekarang dengan dikeluarkannya PP No 78/2015 tidak dilakukan, jadi kita melihat istilahnya laju Pertumbuhan ekonomi dan inflasi, dua indikator itu”.

Ia melanjutkan, terkait penetapan Upah Minimum berdasarkan PP 78, tidak ada yang bertentangan dengan UU 13 tahun 2003. Pasalnya, sama di dalam UU No 13/2003 pasal 84 ayat (4) yang pernah digugat oleh buruh, karena dianggap bertentangan tetapi dikalahkan oleh Mahkamah Konstitusi.

“Tidak ada, korelasinya sama, kalau dulu setahun, ini 5 tahun dievaluasi, sama seperti itu, hanya untuk memudahkan agar jangan sampai nanti tidak ada patokan, kalau seandainya tidak ada PP No78/2015 setiap tahun orang bisa naik upah 50%”,  ungkap Al Hamidi meneruskan.

“Jadi, bukan maksud Pemerintah menghilangkan yang lain, tidak, tapi lebih kepada pengaturan regulasi, kalau ngga seperti ini kita ngga bisa ada patokan” punkas Kadisnaker.

Abdul Munir Banten 2/Editor