Ilustrasi Hotel

PPKM di Kota Malang membuat okupasi hotel hanya berkisar 20 persen

 

(SPNEWS) Malang, Pemberlakuan Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Malang raya selama hampir 16 hari membuat sektor perhotelan terdampak. Di Kota Malang, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mencatat okupansi perhotelan selama 16 hari PPKM hanya di angka 20%.

Menurut Ketua PHRI Agoes Basuki, ada perbedaan cukup signifikan okupansi Januari 2020 dengan Januari 2021 saat ini.

“Ini kalau bulan Januari kan bulan-bulan sepi, hotel itu low session, tetapi rata-rata kalau low pun 30 – 40% masih bisa nutup. Tapi dengan pandemi dan dihabiskan waktu Desember, memang dengan PPKM ini kelihatannya ini rata-rata 20 persenan okupansinya,” ungkap Agoes (28/1/2021).

Apalagi menurut Agoes pemberlakukan PPKM tahap kedua kian berdampak pada dunia perhotelan. Hal ini lantaran pembatasan aktivitas masyarakat berimbas pada menurunnya tingkat okupansi.

“Kalau di pariwisata pembatasan-pembatasan ini memang berpengaruh besar sehingga tingkat kunjungannya juga berkurang. Karena tingkat pariwisata khususnya perhotelan bertumpu pada kunjungan wisatawan,” ucapnya kembali.

Baca juga:  SUTARYO TERPILIH MENJADI KETUA PSP SPN PWI 3 JEPARA PERIODE 2019 - 2022

Dengan okupansi yang di angka 20%, Agoes menyebut setiap hotel harus memutar otak bagaimana tetap bisa bertahan dengan beragam cara. Terlebih beban operasional yang masih terus berjalan.

“Ya sebetulnya dari kami asosiasi kita lebih kreatif, untuk melakukan di dalam memasarkan hotelnya masing-masing, dengan kekuatan posisi setiap hotel, tentu mempunyai kemampuan diri masing –masing, ini kuat di restoran, kuat di MICE, ini lagi di optimalkan kemudian sekarang masih kita coba itu,” paparnya.

Pihaknya menekankan kepada anggota agar mencari cara – cara kreatif dan bertahan, tanpa melakukan efisiensi pekerja. Meskipun diakuinya, indikasi – indikasi yang mengarah ke sana ini ada.

“Rupanya gejala – gejala itu ada, tapi kalau bisa dihindari adanya efisiensi tenaga kerja dan sebagainya karena dampaknya akan luas,” tuturnya.

“Cuma yang kita khawatirkan karena pengusaha-pengusaha itu selalu melihat SDM, itu salah satu cost. Kalau sudah begitu, pasti efisiensi pertama PHK atau pengurangan karyawan, itu harapannya jangan sampai,” tandasnya.

Sementara itu, Ketua PHRI Kota Batu Sujud Hariadi mencatat bila di PPKM tahap satu saja tingkat okupansi perhotelan di Kota Wisata Batu hanya di angka 10%. Dirinya menyebut bila saat libur natal dan tahun baru lalu angka okupansi perhotelan masih bisa menembus 40 – 60%, tapi ini terjun bebas.

Baca juga:  DIDUGA HASIL KERJA PAKSA, SARUNG TANGAN PRODUK MALAYSIA DITOLAK AS

“Sejauh ini sebagian besar pengunjung yang menginap mereka yang berasal dari Surabaya Raya. Jadi saat diberlakukannya PPKM hingga saat ini sangat terasa jumlah penurunannya. Apalagi di Surabaya juga memberlakukan PPKM,” ujar dia.

Maka tak heran bila pihaknya selaku PHRI Kota Batu sempat komplain ke pemerintah provinsi Jawa Timur imbas PPKM jilid II. Apalagi disebutkannya, Kota Batu kini masuk zona kuning Covid-19 sehingga sebenarnya tak perlu PPKM.

“Kalau diperpanjang cukup dilakukan dengan penjagaan pelaksanaan protokol kesehatan. Nanti protokol kesehatan tetap diketati, dan ada patroli terkait dengan protokol kesehatannya. Hal ini saya rasa bisa lebih efektif daripada pembatasan jam malam,” tutur Sujud Hariadi.

SN 09/Editor