Ilustrasi

(SPNEWS) Jakarta, dalam UU No 11/2020 Tentang Ciptak Kerja PHK tidak harus didahului penetapan PHI, pengusaha cukup memberitahukan maksud dan alasan PHK kepada buruh. Bila buruh menolak PHK perundingan bipartit bisa dilakukan, mediasi, hingga penyelesaian di PHI.

UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja banyak memberi kemudahan bagi dunia usaha untuk menjalankan kegiatannya, termasuk dalam bidang hubungan industrial. Misalnya, dalam perubahan Pasal 151 UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan melalui UU Cipta Kerja membolehkan pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) tanpa didahului oleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial atau Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

UU Cipta Kerja mengatur dalam hal PHK tidak dapat dihindari, maksud dan alasan PHK diberitahukan oleh pengusaha kepada buruh dan/atau serikat buruh. Sebelumnya dalam Pasal 151 UU Ketenagakerjaan mengatur jika semua upaya telah dilakukan, tetapi PHK tidak dapat dihindari, maka PHK wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat buruh atau dengan buruh bila buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat buruh. Jika perundingan itu tidak menghasilkan persetujuan (kesepakatan), pengusaha hanya dapat melakukan PHK setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Baca juga:  JANGAN ADA DISKRIMINASI TERHADAP PEREMPUAN DI TEMPAT KERJA

UU Cipta Kerja mempermudah dalam melakukan PHK. Dengan surat pemberitahuan itu, berarti pengusaha dapat melakukan PHK tanpa melakukan perundingan terlebih dulu dengan serikat buruh atau buruh yang bersangkutan.

PP No 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP PKWT-PHK) menyebutkan pemberitahuan PHK itu dibuat dalam bentuk surat dan disampaikan secara sah dan patut oleh pengusaha kepada buruh dan/atau serikat buruh paling lama 14 hari kerja sebelum PHK. Untuk buruh dalam masa percobaan, surat pemberitahuan disampaikan paling lama 7 hari kerja sebelum PHK.

Setelah buruh menerima pemberitahuan itu dan tidak menolak PHK, pengusaha harus melaporkan PHK kepada Kementerian Ketenagakerjaan dan/atau dinas ketenagakerjaan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Bagi buruh yang menolak PHK itu harus membuat surat penolakan lengkap dengan alasannya paling lama 7 hari kerja setelah diterimanya surat pemberitahuan itu. Perundingan bipartit dilakukan untuk menyelesaikan perselisihan PHK ini. Jika bipartit tidak mencapai kesepakatan, proses selanjutnya mengikuti mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai aturan.

Baca juga:  MENGHADAPI KEKERASAN BERBASIS GENDER

Tapi, pemberitahuan PHK oleh pengusaha itu tidak diperlukan untuk 4 hal. Pertama, buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri. Kedua, PHK karena berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Ketiga, mencapai usia pensiun sesuai dengan perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan (PP) atau perjanjian kerja bersama (PKB). Keempat, buruh meninggal dunia.

alam hal pengusaha dan buruh sepakat untuk mengakhiri hubungan kerja, tidak perlu lagi surat pemberitahuan PHK. Selanjutnya, menuangkannya dalam perjanjian bersama yang didaftarkan ke pengadilan hubungan industrial (PHI). Tapi pengusaha perlu melaporkan PHK ini kepada disnaker setempat karena ini berkaitan dengan hak buruh terhadap program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

SN 09/Editor