​Defisit yang terjadi di BPJS Kesehatan tidak serta merta menjadi beban masyarakat.

(SPN News) Jakarta, seperti yang ramai diberitakan sebelumnya, karena defisit yang dialami oleh BPJS kesehatan maka ada wacana yang disampaikan oleh Fahmi Idris selaku Direktur Utama BPJS kesehatan, untuk meminta peserta untuk mendanai biaya perawatan (cost sharing), untuk sejumlah penyakit yang butuh perawatan medis lama dan berbiaya tinggi (katastropik). 8 penyakit kronis yang akan dikenakan cost sharing kepada peserta BPJS Kesehatan yakni jantung, gagal ginjal, kanker, stroke, sirosis hepatitis, thalasemia, leukimia dan hemofilia.

Merujuk UU Nomor 40/2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pasal 22 ayat (1), menyebutkan manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan. Sementara ayat (2), menyatakan, untuk jenis pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan, peserta dikenakan urun biaya.
Dari dua ayat tersebut, secara tegas menyatakan BPJS kesehatan wajib melayani seluruh peserta JKN atas seluruh jenis pelayanan kesehatan termasuk kuratif.

Baca juga:  BURUH KABUPATEN BEKASI AKSI UNJUK RASA TOLAK RUU CIPTA KERJA

Sedangkan urun biaya, baru bisa dikenakan bila ada penyalahgunaan pelayanan.
Jadi apabila kebijakan cost SHARING ini dilaksanakan, maka akan semakin memberi keleluasaan bagi oknum maupun pengelola rumah sakit yang nakal untuk mengutip biaya tambahan kepada peserta, yang tentu saja ini akan menambah beban bagi rakyat banyak.

Masyarakat sudah mengiur, maka sudah seharusnya Direksi BPJS kesehatan mencari cara untuk menyelesaikan masalah defisit pengeluaran ini dengan sebaik-baiknya, bukan lagi menyuruh masyarakat untuk menanggung beban tersebut.

Shanto/Editor