Buruh DI Yogyakarta menilai regulasi dan penelitian sudah cukup menjadi dasar penerapan upah minimum sektoral di Yogyakarta

(SPN News) Yogyakarta, Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY) meminta pemerintah segera menetapkan upah minimum sektoral kabupaten (UMSK) yang telah diwacanakan dan bergulir sejak beberapa tahun lalu. Pasalnya, UMSK hingga saat ini belum ditetapkan dan hanya sebatas kajian.

“Belum ada langkah konkret dari pemerintah untuk menetapkan upah sektoral tersebut. Dari dulu mulai diwacanakan, hingga saat ini pemerintah hanya menjanjikan saja,” kata Sekjen ABY Kirnadi (16/10).

Menurut dia, penetapan UMSK sangat memungkinkan. Apalagi sudah ada regulasi dan penelitian. “Sekarang tinggal bagaimana kemauan dari pemerintah,” katanya.

Ia mengatakan, ada beberapa keuntungan saat pemerintah menetapkan upah sektoral. Yakni pekerja lebih jelas dan terjamin dalam hal pengupahan, terutama pada sektor unggulan.

Baca juga:  BERAPA ANGKA REKOMENDASI UMP 2020 DKI JAKARTA DARI DEWAN PENGUPAHAN UNSUR BURUH ?

“Selama ini upah uang diterima masih dipukul rata dengan UMP atau UMK. Pekerja yang bekerja di sektor unggulan, tentu akan lebih dihargai. Karena upah yang diterima setara dengan kemampuan atau strata pendidikan yang ditempuh,” katanya.

Kirnadi mengatakan, di DIY ada beberapa sektor yang memungkinkan untuk bisa diterapkan upah sektoral. Baik itu di tingkat kabupaten/kota atau provinsi. Sektor tersebut meliputi industri pengolahan, akomodasi dan makanan, informasi dan komunikasi. Bahkan, “real estate” juga bisa diterapkan upah sektoral.

“Ketika upah minimum sektoral ditetapkan, besaran yang diterima seharusnya lebih tinggi dibanding UMK. Kenaikannya bisa sampai 5 hingga 7 persen,” katanya.

Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Sleman Sutiasih mengaku masih mengkaji kemungkinan penetapan upah sektoral. Walaupun sejak tahun lalu, wacana ini sudah bergulir.

Baca juga:  UPAH MINIMUM NAIK 3,8 PERSEN AKAN MENGHAMBAT RI JADI NEGARA MAJU

“Perlu ada kajian untuk menentukan sektor mana saja yang bisa diterapkan UMSK,” katanya.

Ia mengaku bulan ini pihaknya baru melakukan kajian untuk penentuan sektor unggulan. “Kajian dilakukan oleh dewan pengupahan dan ahli dari perguruan tinggi,” katanya.

Sutiasih menambahkan, karena masih dalam tahap kajian, pihaknya belum bisa memastikan kapan kebijakan ini akan diterapkan. “Termasuk juga dengan sektor yang mendapat prioritas untuk diterapkan UMSK,” katanya.

Saat ini, besaran upah yang diterima buruh di Sleman masih mengacu pada PP No 78/2015 tentang Pengupahan. Besaran tersebut besar kemungkinan juga sama dengan upah yang akan diterima buruh pada 2020, besarannya juga mengacu pada aturan tersebut.

SN 09 dikutip dari berbagai sumber/Editor