Ilustrasi Demo Buruh

(SPNEWS) Jakarta, Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPI) akan menggelar aksi di Istana Negara dan Mahkamah Kontitusi pada Rabu (26/7/2023).

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, ribuan buruh akan turun ke jalan. Mereka berasal dari Jabodetabek, Purwakarta, Karawang, Serang, dan Cilegon. Said menyebut, dalam aksi kali ini ada tiga isu yang akan dibawa. Pertama, cabut omnibus law UU Cipta Kerja. Kedua, naikkan upah minimum 2024 sebesar 15 persen. Ketiga, cabut UU Kesehatan.

Pada salah satu tuntutannya, Partai Buruh mendesak agar upah minimum tahun 2024 naik 15 persen.

Ia mengatakan, tuntutan kenaikan upah sebesar ini, selain didasarkan pada survey lapangan kebutuhan hidup layak (KHL), juga didasarkan pada makro ekonomi, inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi.

Baca juga:  SETELAH OBAT KANKER, BPJS KESEHATAN AKAN PANGKAS BIAYA PERSALINAN

“Awal tahun lalu Pemerintah menerbitkan Permenaker No 5 Tahun 2023 yang memperbolehkan perusahaan memotong upah 25 persen,” kata Said.

“Sehingga kenaikan upah minimum sebesar 15 persen diharapkan bisa mengembalikan daya beli buruh yang turun tersebut,” lanjutnya.

Terkait dengan UU Kesehatan, Said menyebut bahwa beleid ini mengancam sistem jaminan sosial nasional, khususnya terkait dengan jaminan Kesehatan.

“Program jaminan kesehatan bersifat spesialis, tetapi kemudian dijadikan generalis melalui omnibus law UU Kesehatan,” ujarnya. Selain itu, Said mengatakan, buruh juga mempermasalahkan perubahan mandatory spending menjadi money follow program.

“Jika mandatory spending, maka seluruh biaya ditanggung oleh BPJS. Tetapi jika money follow program, akan terjadi co-sharing atau urun bayar antara pasien dengan BPJS Kesehatan,” katanya.

Baca juga:  SEMARAK PERINGATAN HUT RI KE 77 DI PBT GROUP TANGERANG

Ia kemudian mencontohkan bagaimana sekarang semua dibiayai oleh BPJS, tetapi dengan adanya UU Kesehatan, akan ada urunan bayar.

“Misal, operasi jantung biayanya Rp 100 juta. Bisa jadi pasien diminta membayar Rp 50 juta, sedangkan Rp 50 jutanya dibayar BPJS. Ini akan merusak sistem jaminan sosial,” kata Said Iqbal.

SN 09/Editor